MASALAH KOMUNIKASI DI TEKNIK SIPIL


KOMUNIKASI DALAM BIDANG KONSTRUKSI

Manajemen komunikasi;
1)      Perencanaan komunikasi
Ø  Komunikasi eksternal,dilakukan kepada stakeholder pada proyek antara lain komunikasi kepada owner,subkontraktor,supplier,serta pihak terkait lainnya seperti penduduk sekitar lokasi proyek.
Ø  Komunikasi internal,dilakukan kepada anggota yang terdapat dalam organisasi proyek tersebut.
2)      Distribusi komunikkasi,hasil atau output dari proses distribusi informasi ini adalah proses atau alur komunikasi dari organisasi proyek dan perubahan permintaan.Bentuk distribusi komunikasi pada proyek ;
Ø  Rapat-rapat (meetings)
Ø  Distribusi dokumen berupa hardcopy
Ø  Distribusi data melalui media elektronik.

Proses manajemen komuikasi proyek secara berurutan;
a)      Perencanaan komunikasi,output lembaran perencanaan komunikasi
b)      Distribusi informasi,output lembaran catatan informasi
c)      Laporan kerja,output proposal kerja
d)      Penutupan administrasi,output arsip royek,laporan penutupan
Berbagai teknik,metodedan prosedur bersangkutan.

Kesalahan kontraktor yang Kronis;
v  Kesalahan estimasi saat tender
v  Pemahaman komunikasi yang keliru
v  Hubungan stakeholder yang jelek

Pentingnya koordinasi dalam proyek konstruksi,antara lain;
a) Spesifikasi tujuan proyekdan rencana termasuk Deliniasi lingkup,penjadwalan penganggaran,pengaturan persyaratan kinerja,dan memilih peserta proyek
b)     Memaksimalkan pemanfaatan sumber daya yang efsien melalui pengadaan tenaga kerja,bahan dan peralatan sesuai dengan jadwal yang ditentukan dan direncanakan
c) Pelaksaan berbagai operasi melalui koordinasi yang tepat dan pengendalian perencanaan,desain,memperkirakan,kontraktor dan kontruksi dalam seluruh proses
d)   Pengembangan komunikasi yang efektif dan mekanisme untuk menyelesaikan konflik diantara berbagai peserta.



1.      Permasalahan Dunia Konstruksi Berkaitan Erat dengan Sering Ketergantungan Pengaruh Biaya, Mutu dan Waktu
        Dalam pelaksanaan suatu proyek, suatu ketika dapat menyimpang dari rencana, maka pengawasan dan pengendalian proyek sangat diperlukan agar kejadian-kejadian yang menghambat tercapainya tujuan proyek dapat segera diselesaikan dengan baik. Pengawasan (supervising) adalah suatu proses pengevaluasian atau perbaikan terhadap pelaksanaan kegiatan dengan pedoman pada standar dan peraturan yang berlaku dengan bertujuan agar hasil dari kegiatan tersebut sesuai dengan perencanaan proyek. Pengendalian (controlling) adalah usaha yang sistematis untuk menentukan standart yang sesuai dengan sasaran perencanaan, merancang system informasi, membandingkan pelaksanaan dengan standart, menganalisis kemungkinan adanya penyimpangan antara pelaksanaan dan standart, kemungkinan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan agar sumber daya digunakan secara efektif dan efisien dalam rangka mencapai sasaran. Bertitik tolak pada definisi-definisi diatas, maka proses pengawasan dan pengendalian proyek dapat diuraikan menjadi langkah-langkah sebagai berikut: 
a)  Menentukan sasaran.
b)  Menentukan standart dan criteria sebagai acuan dalam rangka mencapai sasaran.
c) Merancang atau menyusun system informasi, pemantauan, dan laporan hasil pelaksanaan pekerjaan.
d)  Mengumpulkan data info hasil implementasi (pelaksanaan dari apa yang telah direncanakan). 
e)  Pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan perencanaan.
f) Mengkaji dan menganalisa hasil pekerjaan dengan standart, criteria, dan sasaran yang telah ditentukan.


Setelah  mengetahui prosesnya, langkah berikutnya adalah mengidentifikasi unsur-unsur pengawasan dan pengendalian yang juga merupakan sasaran proyek yaitu: 
a)      Pengawasan dan pengendalian biaya proyek (cost control)
b)      Pengawasan dan pengendalian mutu proyek (quality control).
c)      Pengawasan dan pengendalian waktu proyek (time control).

       Pengawasan dan Pengendalian Biaya Proyek (Cost Control) Pada suatu proyek, manajer proyek perlu memperhatikan tentang anggaran yang telah ditetapkan dalam perencanaan proyek, manajer tidak dapat menafsirkan bahwa sebesar anggaran itulah akhir biaya proyek. Anggaran adalah suatu perkiraan yang disusun berdasarkan informasi yang tersedia pada saat pembuatan anggaran. Ada beberapa asumsi yang digunakan untuk merumuskan ketidakpastian yang dihadapi proyek sehingga menjadi bagian dari anggaran proyek. Oleh sebab itu, rencana proyek yang dibuat sebelum dimulai dan dituangkan dalam Petunjuk Operasional (PO) haruslah memuuat sifat: 
a)      Rencana proyek yang mengalami perubahan selama proyek itu berjalan.
b)  Rencana proyek dapat menjadi landasan bersama semua pihak dalam komunikasi mengenai proyek selama masa kerja proyek.


        Dengan dimilikinya sifat-sifat ini dalam rencana proyek, semua pihak akan dapat mengetahui bahwa anggaran proyek dapat meningkat lebih besar selama proyek berjalan dan dapat pula realisasi biaya proyek lebih kecil dari pada anggarannya setelah proyek selesai asalkan proyek tersebut dapat berjalan secara efektif dan efisien. Penyimpangan realisasi biaya proyek dari anggarannya terutama terjadi karena ketidakpastian, sehingga dapat menambah beban atau dapat sama sekali tidak menimbulkan beban proyek seperti yang diperkirakan sebelumnya. Sehubungan dengan itu, program menghemat biaya proyek wajib menjadi bagian dari disiplin manajemen proyek. Manajer proyek wajib mempertimbangkan alternatif kerja untuk dapat menekan biaya proyek sebagai kesatuan. Karenanya pengawasan dan pengendalian biaya proyek setidak-tidaknya perlu mencakup pengawasan dan pengendalian: 
a)      Jadwal pembiayaan (cash flow) 
b)      Besarnya keseluruhan biiaya proyek.

        Manajer proyek perlu mengawasi dan mengendalikan para pegawainya yang bertanggung jawab menimbulkan pengeluaran-pengeluaran. Pengawasan dan pengendalian bukan hanya melalui prosedur dan metode serta kebijaksanaan, namun perlu diperhatikan pula bagaimana jalannya koordinasi untuk memecahkan hambatan-hambatan dan perbedaan pendapat diantara mereka dan perbedaan pendapat dalam unit kerjanya sendiri, kecepatan mereka mengambil keputusan terhadap masalah yang dibawahnya, bagaimana mereka memberi petunjuk kepada bawahan dalam memecahkan masalah, apakah mereka menyarankan cara kerja yang lebih baik, dan apakah mereka berusaha menciptakan iklim atau lingkungan pengawasan dan pengendalian  menghargai pelaksanaan tugas yang baik dan memberikan kritik terhadap pelaksanaan tugas yang tidak memuaskan.
        Dalam proyek ini pengendalian biaya dilakukan dengan memeriksa apakah biaya yang sudah dikeluarkan sesuai dengan kemajuan atau progress prestasi yang telah dicapai. Hal ini dapat diketahui dengan melihat kurva S, kurva S secara grafis menyajikan beberapa ukuran kemajuan komulatif pada suatu sumbu tegak, terhadap waktu pada sumbu mendatar. Kurva S ini digambarkan pada suatu diagram yang menunjukkan jadwal pelaksanaan pekerjaan. Diagram ini disebut bar chart. Jumlah biaya yang dikeluarkan dapat diukur menurut kemajuan yang dicapai.
        Bar chart adalah diagram batang yang menggambarkan berbagai pekerjaan yang dapat diselesaikan dalam satu-satuan waktu tertentu. Dalam suatu proyek, bar chart diuraikan menjadi beberapa macam pekerjaan kemudian diperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masing-masing pekerjaan tersebut. Lamanya waktu ini diperkirakan data-data yang dipakai serta pengalaman kerja sebelumnya dan dibuat secara parallel tanpa mengabaikan cash flow dari biaya. Bar chart dilengkapi dengan kurva S untuk membandingkan antara lamanya suatu pekerjaan dengan bobot.
       Karena satuan waktu yang dipakai adalah mingguan, maka elevasi terhadap biaya yang telah dikeluarkan dilakukan mingguan pula. Besarnya biaya yang telah dikeluarkan ini dibandingkan dengan rencana anggaran biaya dan dicari prosentasenya. Dengan mengetahui nilai prosentase dan posisi waktu saat ini dapat digambarkan kurva S actual ke bar chart yang memuat kurva S rencana.

Dengan membandingkan kurva S actual dengan kurva S rencana dapat diketahui apakah pembiayaan proyek berjalan sesuai dengan rencana atau tidak.
Dari perbandingan kurva S actual dan kurva S rencana akan diperoleh kemungkinan:
a)      Kurva S actual berada dibawah kurva S rencana, ini berarti pelaksanaan pekerjaan mengalami keterlambatan. 
b)      Kurva S actual berhimpit dengan kurva S rencana, ini berarti pelaksanaan pekerjaan tepat sesuai dengan pekerjaan. 
c)      Kurva S actual berada diatas kurva S rencana, ini berarti pelaksanaan pekerjaan lebih cepat dari rencana.

2.    Permasalahan dalam kontruksi
   Faktor-faktor penyebab  kegagalan konstruksi sangat beraneka ragam, baik yang berasal dari luar (eksternal) maupun yang berasal dari dalam (internal). Adapun beberapa faktor yang secara garis besar berpengaruh dan menjadi parameter terhadap kegagalan konstruksi, antara lain akan dijelaskan sebagai berikut:
1.    Kesalahan Dalam Perencanaan
            Kesalahan perencanaan merupakan faktor yang sangat penting dan vital dimana sangat berpengaruh terhadap desain dari perencaan yang akan dilaksanakan dilapangan, jika dalam aspek perencanaan pihak konsultan salah memperhitungkan atau menganalisis maka konsekuensi dan dampak yang dapat ditimbulkan ke depan akan sangat signifikan berpengaruh terhadap kegagalan fisik bangunan. Perencanaan dalam hal ini dapat berupa perencanaan desain fisik/ukuran, perencanaan anggaran, perencanaan mutu, perencanaan waktu pelaksanaan, perencanaan kelayakan,  perencanaan manfaat/benefit, perencanaan fungsi dan perencanaan yang mendukung terhadap produk konstruksi yang akan dihasilkan. 
2.    Kesalahan Dalam Pelaksanaan 
            Kesalahan pelaksanaan merupakan tindak lanjut dari proses perencanaan kontruksi, dimana dalam tahap pelaksanaan juga memegang peranan penting terhadap kegagalan kontruksi yang tentunya lebih berorientasi kepada  pihak pelaksana proyek/kontraktor. Dalam tahap pelaksanaan faktor-faktor tersebut antara lain dapat dari segi metode pelaksanaan yang salah, kualitas material yang tidak sesuai spesifikasi dalam kontrak dan perencanaan, penggunaan tenaga kerja yang tidak ahli/berpengalaman, penggunaan peralatan yang tidak efektif, kurangnya pengawasan dan manajemen proyek yang buruk.  Tentunya jika aspek tersebut dapat lebih diperhatikan maka tingkat risiko kegagalan konstruksi dari aspek pelaksanaan dapat direduksi. 
3.  Kesalahan Operasional 
            Dalam hal ini lebih berorientasi kepada  pihak pemilik proyek konstruksi dalam tahap penggunaan dan operasional dari produk konstruksi tersebut, dimana jika pihak pemilik melakukan kesalahan dalam hal merubah dari fungsi awalnya maka dapat berpotensi menimbulkan terjadinya kegagalan konstruksi, misalnya bangunan yang awalnya diperuntukkan untuk gedung perkantoran diubah fungsi menjadi gudang atau menambah jumlah tingkat bangunan yang dari perencanaan awalnya hanya diperuntukkan untuk satu lantai atau pembangunan gedung yang setelah terealisasi tidak digunakan sama sekali/ganggur,  serta perubahan-perubahan fungsi lainnya yang menyimpang dari fungsi rencana awalnya juga berpotensi terhadap terjadinya kegagalan bangunan baik bersifat fisik maupun nonfisik. 
4.    Maintanance/Perawatan
    Perawatan bangunan juga berperan penting terhadap kelangsungan umur dan kualitas produk konstruksi, tentunya dalam hal ini diperluhkan sistem manajemen perawatan bangunan. Jika tingkat frekuensi perawatan tidak dilakukan secara rutin dan berkala maka dapat juga berpotensi terhadap meningkatnya risiko kegagalan bangunan. Inspeksi perawatan bangunan berfungsi untuk mendeteksi secara dini kerusakan dari fisik bangunan/infrastruktur sehingga langkah repair/perbaikan dapat dilakukan sejak dini sehingga menghindari tingkat kerusakan yang lebih buruk serta pembengkakan biaya. 
5.  Usia/Umur Bangunan 
            Umur bangunan juga berperan dan berpengaruh terhadap kegagalan konstruksi bangunan dimana jika umur suatu produk bangunan melampaui dari umur yang direncanakan maka dapat berpotensi menyebabkan kegagalan bangunan, hal ini diakibatkan karena tingkat kekuatan bangunan mengalami penurunan selama umurnya serta kelelahan/fatique yang terus-menerus selama umur bangunan tersebut. 
6.    Manfaat  dan Dampak
            Manfaat dalam hal ini lebih ke dampak terhadap produk konstruksi yang telah dibuat/terealisasi dan dioperasikan. Kegagalan konstruksi juga bukan hanya masalah kegagalan fisik semata melainkan dapat dilihat dari aspek  manfaatnya setelah beroperasi. Kadang banyak hasil produk konstruksi berupa bangunan yang setelah  selesai dibuat sesuai dengan sesifikasi perencanaan dan dioperasikan sesuai dengan fungsinya, tetapi dari aspek manfaat justru memberikan dampak yang buruk terhadap masyarakat dan lingkungan disekitarnya. Misalnya pencemaran lingkungan, rusaknya vegetasi disekitarnya, terjadinya kesenjangan sosial dsb.
7.   Disaster/Bencana
            Faktor ini merupakan faktor diluar dugaan dan kemampuan manusia yang sulit untuk diprediksi secara tepat, faktor bencana merupakan faktor yang sangat fatal terhadap kegagalan konstruksi. Bencana dalam hal ini dapat berupa bencana alam maupun akibat faktor internal/kelalaian manusia seperti bencana gempa/Earth Quake,flood/banjir, Tsunami, tanah longsor/land slide, Topan, kebakaran, ledakan, Amblas, dsb. Oleh karena itu untuk mengurangi tingkat risiko akibat faktor ini maka banyak pihak pemilik produk konstruksi mengalihkan risiko tersebut ke pihak ke-3 seperti asuransi. 
       Dari penjelasan faktor-faktor tersebut tentunya membutuhkan banyak pemahaman bagi semua pihak dalam penyelenggaraan konstruksi baik dari pemilik proyek, konsultan maupaun pelaksana. Dengan pemahaman dan tanggung jawab yang tinggi akan hal tersebut maka tentu saja dapat mengurangi terjadinya kasus-kasus kegagalan konstruksi yang dapat menimbulkan banyak korban jiwa dan kerugian materi ke depannya  (khsusunya di Indonesia). 

Beberapa permasalahan tambahan pada kontruksi
1.      Minimnya dukungan dari sponsor proyek
Jika semua pihak yang terlibat dalam suatu proyek baik pihak investor maupun pihak eksekutor tidak mendukung secara penuh pelaksanaan proyek maka dapat dipastikan proyek akan bermasalah, bahkan tidak jarang juga proyek berhenti ditengah jalan. Minimnya dukungan dari sponsor proyek akan menjadi sumber masalah dalam penyelesaian proyek, oleh karena itu harus dipastikan bahwa semua tim proyek harus mempunyai komitmen yang kuat untuk mendukung kesuksesan proyek.
2.      Persyaratan yang tidak jelas
Pemahaman sebagain besar tim proyek yang cenderung menganggap “remeh” pekerjaan akan menjadi bumerang sendiri pada saat berjalannya proyek. Seorang manajer proyek harus bisa menunjukkan kepada semua tim proyek hal yang sifatnya meragukan, kemungkinan kemungkinan terburuk dalam proyek dan berusaha keras untuk mendapatkan pemahaman persyaratan yang jelas dalam menyelesaikan proyek.

3.      Waktu dan anggaran yang tidak realistis
Biasanya investor maupun tim proyek sering berpikir dengan istilah “tidak mungkin” pada suatu proyek. Setiap yang terlibat dalam proyek harus dapat memahami kalau setiap proyek memiliki durasi tertentu sesuai dengan anggaran dan sasaran/target proyek yang diharapkan. Pemahaman yang benar terhadap ruang lingkup pekerjaan proyek sangat berdampak dalam menentukan “durasi/waktu dan anggaran yang realistis”. Semakin paham ruang lingkup pekerjaan maka menentukan waktu dan anggaran proyek akan semakin realistis sehingga tingkat keberhasilan proyek akan semakin tinggi, begitu juga sebaliknya semakin tidak paham ruang lingkup pekerjaan maka menentukan waktu dan anggaran semakin tidak realistis sehingga tingkat kegagalan proyek juga akan semakin tinggi. Henry ford mempunyai istilah : “lebih baik, lebih cepat, lebih murah”. Dalam pelaksanaan proyek kita harus memilih salah satu diantara ketiganya.lebih baik akan cenderung butuh waktu yang lama dan anggaran yang besar, lebih cepat akan cenderung butuh waktu cepat tetapi anggaran yang cenderung besar dan lebih murah biasanya lebih cenderung waktu yang cepat dan anggaran yang rendah. Semakin realistis menentukan waktu dan anggaran sesuai dengan sasaran proyek yang diharapkan, maka tingkat keberhasilan proyek semakin tinggi dan juga sebaliknya.

4.     Produktifitas yang rendah

Hal ini menggambarkan fenomena yang sering terjadi dalam proyek, produktifitas kerja cenderung menurun bahkan hasil akhir pekerjaan berbeda dengan rencana semula. Proses pendokumentasian, mekanisma pengontrolan yang jelas sangatlah penting untuk mendapatkan hasil yang optimal dan mempertahankan supaya produktifitas kerja tidak sampai menurun.

5.      Minimnya pemahaman terhadap manajemen risiko
Tingkat kompleksitasnya tiap tahapan proyek tidaklah sama, oleh karena itu semua tim proyek harus memahami setiap tahapan pekerjaan. Kemampuan untuk memahami dan mengindentifikasi potensi masalah yang akan terjadi pada tiap tahapan proyek cenderung berdampak pada hasil akhir proyek. Selain mengidentifikasi potensi risiko, maka tahapan yang sangat penting adalah bagaimana mengelola risiko yang akan muncul. Minimnya pemahaman tim proyek terhadap manajemen risiko akan berdampak buruk pada hasil akhir proyek, sehingga diharapkan setiap tim proyek diarahkan untuk sama – sama memiliki pemahaman yang bagus tentang manajemen risiko.

6.      Prosedur dan dokumentasi yang tidak baik
Prosedur dan dokumentasi menjadi hal yang mutlak dalam setiap proses pekerjaan proyek. Prosedur menjadi panduan dasar bagi semua tim proyek dan dokumentasi menjadi bagian atau komponen dalam mengontrol pekerjaan. Ketidakdisiplinan tim proyek dalam mengikuti prosedur yang sudah ditentukan dan dokumentasi yang tidak baik akan berdampak buruk pada hasil akhir proyek. Diharapkan semua tim yang terlibat dalam proyek harus memahami semua prosedur yang berlaku dan melakukan dokumentasi yang baik pada setiap tahapan pekerjaan.

7.      Metode estimasi yang tidak baik
Metode estimasi komponen – komponen pekerjaan sangat mempengaruhi hasil akhir proyek. Seorang manajer proyek sangat tidak diharapkan menggunakan estimasi dengan metode “praduga, perkiraan” tanpa menggunakan acuan/referensi yang pasti. Dalam melakukan estimasi bisa menggunakan beberapa metode antara lain : informasi pada proyek sebelumnya yang bisa dipergunakan sebagai pembelajaran (lesson learn), melakukan studi terlebih dahulu atau melibatkan personil yang lebih memahami pekerjaan.

8.      Kemampuan dalam berkomunikasi
Tim proyek memiliki karakter yang berbeda satu sama lainya, sehingga diperlukan suatu standar komunikasi yang baik dalam mengkomunikasikan pekerjaan yang biasanya dituangkan dalam “communication procedure”. Komunikasi dengan semua tim yang terlibat dalam proyek adalah faktor yang sangat penting dalam mencapai sasaran proyek. Diperlukan etika dalam berkomunikasi, biasanya etika dalam berkomunikasi dipengaruhi banyak faktor antara lain : latar belakang pendidikan, latar belakang suku, latar belakang pengalaman kerja, tanggung jawab, dll. Untuk menciptakan komunikasi yang baik sesama tim, diharapkan semua tim memahami beberapa hal antara lain : memahami “communication procedure”, memahami otoritas setiap tim, memahami pemikiran/pendapat orang lain. Komunikasi yang buruk juga akan berdampak buruk pada hasil pekerjaan dan banyak proyek mengalami kegagalan karena komunikasi sesama tim proyek tidak berjalan dengan baik.

9.      Tidak belajar dari proyek sebelumnya (lesson learn)
Sebuah perusahaan yang bagus harus bisa menjelaskan secara transparan target proyek yang akan dicapai dan keuntungan apa yang akan diberikan kepada tim proyek. Setiap tim proyek harus memandang proyek sebagai bisnis yang menguntungkan, harus belajar dari kegagalan proyek sebelumnya, secara terus menerus memonitor perkembangan teknologi dunia proyek dan selalu memberikan masukan yang positif selama proyek berjalan.

10.  Sumber daya proyek yang tidak efisien
Persiapan sumber daya yang tidak kompeten dalam menyelesaikan pekerjaan akan menjadi masalah besar dibanding dengan tidak mempunyai sumber daya sama sekali. Untuk mendapatkan sumber daya yang bagus, pastikan terlebih dahulu syarat - syarat sumber daya yang dibutuhkan proyek  dan berusaha mendapatkan sumber daya setiap komponen sumber daya yang paling efisien.

CONTOH PROYEK KONTRUKSI YANG GAGAL

1)      KASUS TROTOAR YANG DI PROTES KESALAHAN KOMUNIKASI


Bandung – Berbagai permasalahan di Kota Bandung terkadang muncul karena adanya salah tanggap dalam berkomunikasi. Salah tanggap atau salah pengartian dalam berkomunikasi itu terkadang terjadi antara Walikota Bandung, Ridwan Kamil dengan dinas-dinas atau pihak kontraktor.
Menurut Walikota Bandung, kasus trotoar Jl. Riau dan Jl. Braga, Kota Bandung yang banyak diprotes warga itu adalah kesalahan komunikasi.
“Warga atau berbagai pihak yang memprotes proyek trotoar ini tidak bisa langsung protes, soalnya pengerjaan proyek ini belum selesai, ibarat masakan ini belum jadi, salah jadinya kalau memprotes yang belum selesai, lain halnya jika trotoar sudah di launching namun banyak kekurangan,” jelas Ridwan Kamil di Plaza Balai Kota, Jl. Wastu Kencana, Kota Bandung, Kamis (22/01/2015). Ridwan Kamil menambahkan, selain masalah proyek trotoar, kasus salah komunikasi juga terjadi pada proyek shelter atau halte kapsul yang di buat terkesan tidak memperhatikan kaum disabel.
“Dalam proyek ini terjadi salah pengertian dalam komunikasi antara dinas terkait dengan pihak kontraktor, padahal dalam beberapa kali rapat sudah dijelaskan halte kapsul ini harus layak dan berpihak bagi kaum disabel. Masyarakat harus bisa membedakan antara tidak berpihak dan belum berpihak,” tambahnya.
Proyek di Pemkot Bandung dalam satu tahun ini terbilang cukup padat, bahkan bisa mencapai ratusan, Walikota Ridwan Kamil sendiri mengaku tidak bisa memantau satu persatu proyek yang dikerjakan kontraktor karena terkendala teknis.
“Dalam satu tahun ini Pemkot Bandung sedang banyak mengerjakan berbagai proyek, itu terbilang cukup padat, saya akui tidak bisa control satu persatu ke setiap kontraktor proyek,” paparnya.(Ode)

2)      Robohnya Jembatan Penghubung Gedung Perpustakan Daerah DKI (November 2014)



Bangunan jembatan penghubung ini menghubungkan gedung Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DKI Jakarta. Keruntuhan terjadi pada tanggal 3 November 2014.
Keruntuhan terjadi diakibatkan sistem perancah yang mengalami kegagalan. Scafolding yang digunakan merupakan scafolding besi dengan kondisi yang sudah tidak layak pakai:
Kondisi scafolding banyak yang sudah keropos dan ada beberapa yang sudah bolong.
Pemasangan scafolding tidak dilengkapi dengan bracing, sehingga scafolding tidak stabil.
Adanya perlemahan scafolding yang tidak dihitung seperti adanya jalan akses untuk kendaraan dibawah struktur yang sedang dibangun.

Demikian contoh beberapa kasus kegagalan struktur yang pernah terjadi di Indonesia. Sebenarnya masih ada beberapa contoh kasus lain akan tetapi belum sempat dibahas pada kesempatan kali ini. Penulis berharap deretan kasus yang terjadi dapat menjadi bahan pembelajaran bagi para engineer untuk dapat lebih cermat baik pada saat desain maupun saat pengawasan pekerjaan di proyek.

3)      Runtuhnya Jembatan Mahakam II, Tenggarong (November 2011)


Jembatan yang merupakan tipe Gantung (Suspension Bridge) ini memiliki panjang total 710 m. Keruntuhan terjadi pada tanggal 26 November 2011 sekitar sepuluh tahun setelah diresmikan.

Identifikasi penyebab keruntuhan ini merupakan hasil investigasi yang dilakukan oleh tim LPPM UGM pada tanggal 27 November 2011 (sehari setelah kejadian) yang laporan lengkapnya dapat anda unduh disini.
Berdasarkan fakta yang ditemukan di lapangan menunjukkan bahwa jatuhnya truss jembatan beserta hangernya terjadi akibat kegagalan konstruksi pada alat sambung kabel penggantung vertikal (clamps and sadle) yang menghubungkan dengan kabel utama.
Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan alat sambung ini mengalami kegagalan diantaranya:
Kurang baiknya perawatan jembatan yang menyebabkan konstruksi alat penggantung kabel vertikal tidak berfungsi dengan baik dan tidak terdeteksi kemungkinan adanya kerusakan dini.
Kelelahan (fatigue) pada bahan konstruksi alat penggantung kabel vertikal akibat kesalahan desain dalam pemilihan bahan atau sering terjadi kelebihan beban rencana (over load) yang mempercepat proses terjadinya degradasi kekuatan.
Kualitas bahan konstruksi alat sambung kabel penggantung ke kabel utama yang tidak sesuai dengan spesifikasi dan standar perencanaan yang ditetapkan.
Kesalahan prosedur dalam pelaksanaan perawatan konstruksi atau kesalahan dalam menyusun standar operasional dan perawatan konstruksi yang direncanakan.
Kemungkinan terjadinya penyimpangan kaidah teknik sipil dalam perencanaan karena seharusnya konstruksi alat penyambung harusnya lebih kuat daripada kabel penggantung yang disambungkan dalam kabel utama.
Kesalahan desain dalam menentukan jenis bahan/ material untuk alat penyambung kabel penggantung vertikal yang dibuat dari besi tuang/ cor (cas iron) atau kesalahan dalam menentukan jenis atau kapasitas kekuatan alat tersebut.

4)      Runtuhnya Rukan Cendrawasih, Samarinda (Juni 2014)

Bangunan rumah kantor (Rukan) tiga lantai yang terletak di kompleks Cendrawasih Permai, Jl. Ahmad Yani, Kecamatan Sungai Pinang Kota Samarinda Kalimantan Timur runtuh pada tanggal 3 Juni 2014 saat masih dalam proses pengerjaan yang menyebabkan 12 pekerjanya tewas. Bangunan ini memiliki lebar 25 m dan panjang 100 m dengan biaya konstruksi senilai kurang lebih 15 Milyar rupiah
Dari observasi yang dilakukan penyebab keruntuhan bangunan ini sangatlah kompleks diantaranya:
Pertama, Kegagalan pondasi. Hal ini didasarkan keterangan bahwa pengerjaan pengerukan lahan sampai lantai 1 selesai dikerjakan hanya memerlukan waktu enam bulan. Padahal kondisi tanah eksisting adalah rawa dan merupakan tanah lempung sehingga memerlukan waktu lama untuk terkonsolidasi jika tanpa penanganan khusus seperti vertical drain.
Kedua, Kegagalan Struktur Utama. Struktur utama yang dimaksud adalah balok- kolom. Hal ini didasarkan fakta bahwa pekerja sempat diminta untuk mengecek kolom yang retak di lantai 2. Meskipun tidak ada data detail mengenai dimensi dan lokasi keretakan akan tetapi hal ini seharusnya telah menjadi indikasi awal bahwa ada masalah dengan struktur yang sedang dibangun. Apalagi apabila didasarkan pada filosofi desain struktur yang benar yaitu “strong column- weak beam” yang artinya kolom tidak boleh mengalami kegagalan struktur terlebih dahulu daripada balok. Kegagalan kolom ini sendiri diduga karena adanya deviasi antara perencanaan dan pelaksanaan dimana kontraktor mengurangi dimensi kolom dan jumlah tulangan yang dipakai.




Ketiga, Kesalahan sistem perancah pengecoran lantai. Penyebab awal keruntuha adalah lantai 3 yang sedang dikerjakan secara tiba- tiba roboh. Selain karena kolom yang mengalami kegagalan, maka sistem perancah yang dipakai juga patut dicurigai tidak dirancang dengan benar. Dari dokumentasi yang ada terlihat bahwa sistem perancah yang digunakan menggunakan scafolding besi dan beberapa menggunakan kayu dolken. Bekisting dan sistem perancah seharusnya didesain secara detail baik dalam desain maupun metode pemasangannya. Inspeksi harus dilakukan secara ketat termasuk pengecekan terhadap kekuatan beton yang telah dicor yang akan menopang perancah tersebut.
Keempat, organisasi proyek tidak benar. Proyek rukan ini diketahui tidak memiliki konsultan perencana. Desain bangunan yang digunakan tidak diketahui darimana dibuatnya. Pengawasan proyek ini pun hanya dilakukan oleh mandor dari pemborong.
Kelima, adanya pengalihan pekerjaan secara serampangan. Kontraktor proyek rukan ini semula PT. Firma Abadi yang beralamat di Surabaya menyerahkan sepenuhnya pekerjaan kepada perseorangan/ individu yang merupakan pemborong berinisial NI yang beralamat di Samarinda yang kemudian menyerahkan lagi kepada mandor yang berinisial S. Pengalihan pekerjaan ini meliputi keseluruhan pekerjaan dan sama sekali tidak ada pengawasan dari Kontraktor utama.

3. KESIMPULAN
a)      Pada akhirnya dalam pembangunan kontruksi waktu, mutu dan sebagainya tidak bisa di kurangi satu sama lain karena sangat bisa membuat salah satu berkurang fungsinya
b)      Permaslahan pada kontruksi amatlah sangat banyak, maka kita harus belajar dari yang sudah terjadi hingga tercapai apa yang kita inginkan tanpa adanya kekurangan ataupun kegagalan.
c)       Pada dasarnya contoh bangunan yang telah gagal merupakan salah satu contoh yang tidak bisa dihilangkan sedikitpun

Komentar

Postingan Populer