Kebudayaaan Berbagai Macam Agama Di Indonesia
KEBUDAYAAN AGAMA HINDU-BUDHA, ISLAM
DAN MODERN DI INDONESIA
Agama Hindu dan Buddha merupakan Agama
yang berasal dari negara India, yang pada perjalanannya menjadi salah satu
agama-agama terbesar pengikutnya. Secara garis besar perkembangan agama
Hindu dibedakan menjadi tiga tahap. Tahap pertama berlangsung
sekitar abad 1500-1000 SM yang dikenal dengan agama Weda. Tahap kedua adalah
zaman agama Buddha yang berlangsung sekitar 500 SM-300 M. yang mempunyai corak
berbeda dengan agama Weda, dan tahap yang ketiga adalah apa yang dikenal
dengan agama Hindu yang berlangsung sejak 300 M. sampai sekarang. Agama Hindu
berkembang hingga ke luar India termasuk Indonesia, yang dibawa oleh para Rsi
atau para Brahman. Agama Hindu merupakan agama impor yang pertama kali masuk ke
Indonesia dan berinteraksi dengan masyarakat Indonesia yang notabenenya sudah
mempercayai Animisme dan Dinamisme.
Sedangkan agama Buddha sendiri bisa dikatakan sebagai pembaharu dari
agama Hindu yang dibawa oleh Sidharta Gautama. Yang pada perjalannya sang
Buddha sendiri melakukan pengembaraan untuk mencari penerahan yang abadi.
Berbeda halnya dengan agama hindu, agama Buddha lebih banyak berkembang di Cina
di bandingkan dengan asal mulanya agama tersebut yaitu India.
Sedangakan Agama Hindu dan Buddha masuk di Indonesia sekitar abad ke 7 M, yang dibawa oleh para Rsi maupun para Bikhhu. Harun Hadiwijono mengatakan bahwa kira-kira abad ke 15 SM. nenek moyang bangsa Indonesia memasuki Indoneisa dari daratan Cina Selatan, dengan melewati dua jalur, yaitu jalur utara dan barat. Jalur utara melewati Jepang, Taiwan, Pilipin, dan menyebrang di Sulawesi, Indoneisa bagian Timur, Irian dan Melanesia, sedangakan jalur barat melewati Indo Cina, Siam, Malaya, serta menyebar di Sumatra, Jawa dan Kalimantan.[2] Dan dari perjalan atau jalur tersebut, saya berpendapat ini merupakan salah satu cara masuknya atau berkembanganya pengaruh agama Hindu dan Buddha di Indonesia.
Dalam bab
selanjutnya akan dibahas tentang kedatangan awal agama Hindu-Buddha dan
pembawanya berdasarkan analisis teori. Selanjutnya membicarakan
bagaimana interaksi dengan kebudayaan Indonesia dan perkembangan Agama
Hindu-Buddha di Indonesia yang ditandai dengan banyaknya peninggalan kerajaan
atau berupa prasasti, bangunan dan segala aspek yang bercorakan
Hindu-Buddha. Pada pembahasan selanjutnya kita membahas tentang persamaan
dan perbedaan Agama Hindu-Buddha di India, Jawa dan Bali. Dan pada
pembahasan terakhir kita membicarakan Hindu Dharma dan Buddha Dharma yang mana
ini merupakan ciri khas agama Hindu-Buddha yang ada di Indonesia.
1.
Kedatangan Awal Agama Hindu-Buddha di Indonesia dan Pembawanya (Analisis Teori)
Di Benua
Asia terdapat dua negeri besar yang tingkat peradabannya dianggap sudah tinggi,
yaitu India dan Cina. Kedua negeri ini menjalin hubungan ekonomi dan
perdagangan yang baik dengan Negara-negara tetangga lainnya. Arus lalu
lintas perdagangan dan pelayaran berlangsung melalui jalan darat dan laut.
Salah satu jalur lalu lintas laut yang dilewati India-Cina adalah Selat
Malaka. Dan Indonesia terletak di jalur dua benua dan dua samudera, serta
berada di dekat Selat Malaka.
Proses Masukknya Agama Hindu-Buddha ke Indonesia.
Agama
Hindu- Budha berasal dari India, yang kemudian menyebar ke Asia Timur dan
Asia Tenggara termasuk Indonesia. Indonesia sebagai negara kepulauan letaknya
sangat strategis, yaitu terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan
dua samudra (Indonesia dan Pasifik) yang merupakan daerah persimpangan lalu
lintas perdagangan dunia. Untuk lebih jelasnya, silahkan amati gambar
peta jaringan perdagangan laut Asia Tenggara di atas.
Awal abad Masehi, jalur perdagangan tidak lagi melewati jalur darat
(jalur sutera) tetapi beralih kejalur laut, sehingga secara tidak langsung
perdagangan antara Cina dan India melewati selat Malaka. Untuk itu Indonesia
ikut berperan aktif dalam perdagangan tersebut. Akibat hubungan dagang
tersebut, maka terjadilah kontak/hubungan antara Indonesia dengan India, dan
Indonesia dengan Cina. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab masuknya
budaya India ataupun budaya Cina ke Indonesia. Mengenai siapa yang membawa atau
menyebarkan agama Hindu - Budha ke Indonesia, tidak dapat diketahui secara
pasti, walaupun demikian para ahli memberikan pendapat tentang proses masuknya
agama Hindu - Budha atau kebudayaan India ke Indonesia.
Keterlibatan bangsa Indonesia dalam kegiatan perdagangan dan pelayaran
internasional tersebut menyebabkan timbulnya percampuran budaya. Misalnya
saja India, negara pertama yang memberikan pengaruh kepada Indonesia, yaitu
dalam bentuk budaya Hindu. Para sejarawan mengatakan bahwa banyak
pendapat atau teori masuknya agama hindu di Indonesia, antara lain:[3]
1. Teori Brahman
Teori ini
di kemukakan oleh J.C. Van Leur, berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke
Indonesia dibawa oleh kaum Brahman. Hanya kaum Brahmanalah yang berhak
mempelajari serta mengajarkan agama Hindu karena hanya kaum Brahmanlah yang
mengerti isi kitab suci Weda. Kedatangan Kaum Brahmana tersebut
diduga karena undangan Penguasa/Kepala Suku di Indonesia atau sengaja datang
untuk menyebarkan agama Hindu ke Indonesia. Beliau juga
mengatakan bahwa kaum Brahman sangat berperan dalam penyebaran agama dan
kebudayaan agama Hindu ke
Indonesia.
2. Teori Ksatria
Terdapat
dua pendapat mengenai teori Ksatria yang pertama menurut Prof.Dr.Ir.J.L.Moens
berpendapat bahwa yang membawa agama Hindu ke Indonesia adalah kaum ksatria
atau golongan prajurit, karena adanya kekacauan politik/peperangan di India
abad 4 - 5 M, maka prajurit yang kalah perang terdesak dan menyingkir ke
Indonesia, bahkan diduga mendirikan kerajaan di Indonesia. Yang
dikemukakan oleh F.D.K. Bosch, menyatakan bahwa adanya raja-raja dari India
yang datang menaklukan daerah-daerah tertentu di Indonesia yang telah
mengakibatkan penghinduan penduduk setempat.
3. Teori Wasiya
Yang
dikemukakan oleh N.J. Krom, mengatakan bahwa pengararuh Hindu masuk ke
Indonesai melalui golongan pedagang dari kasta waisya yang menetap di Indonesai
dan kemudian memegang peranan penting dalam proses penyebaran kebudayaan India
termasuk agama Hindu.
4. Teori Sudra
Von van
Faber, menyatakan bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawah oleh kasta
sudra. Tujuan mereka adalah mengubah kehidupan karena di India mereka hanya
hidup sebagai pekerja kasar dan budak. Dengan jumlah yang besar, diduga
golongan sudralah yang memberi andil dalam penyebaran agama dan kebudayaan
Hindu ke Nusantara.
5. Teori Campuran
Teori ini
beranggapan bahwa baik kaum brahmana, ksatria, para pedagang, maupun golongan
sudra bersama-sama menyebarkan agama Hindu ke Indonesia sesuai dengan peran
masing-masing.
6. Teori Arus Balik
Teori arus
blik ini tidak hanya berlaku untuk proses masuknya agamaHindu ke Indonesia saja
melainkan untuk agama Buddha juga. Para ahli mengatakan bahwa banyak
pemuda di Indonesia yang belajar agama Hindu dan Buddha ke India.
Di perantauan mereka mendirikan organisasi yang disebut Sanggha.
Setelah memperoleh ilmu yang banyak, mereka kembali untuk
menyebarkannya. Sedangakan menurut pendapat FD. K. Bosh, teori arus balik
ini menekankan peranan bangsa Indonesia dalam proses penyebaran kebudayaan
Hindu dan Budha di Indonesia. Menurutnya penyebaran budaya India di Indonesia
dilakukan oleh para cendikiawan atau golongan terdidik. Golongan ini dalam
penyebaran budayanya melakukan proses penyebaran yang terjadi dalam dua tahap
yaitu sebagai berikut: Pertama, proses penyebaran di lakukan oleh golongan
pendeta Buddha atau para biksu, yang menyebarkan agama Budha ke Asia termasuk
Indonesia melalui jalur dagang, sehingga di Indonesia terbentuk masyarakat
Sangha, dan selanjutnya orang-orang Indonesia yang sudah menjadi biksu,
berusaha belajar agama Budha di India. Sekembalinya dari India mereka membawa
kitab suci, bahasa sansekerta, kemampuan menulis serta kesan-kesan mengenai
kebudayaan India. Dengan demikian peran aktif penyebaran budaya India,
tidak hanya orang India tetapi juga orang-orang Indonesia yaitu para biksu
Indonesia tersebut. Hal ini dibuktikan melalui karya seni Indonesia yang sudah
mendapat pengaruh India masih menunjukan ciri-ciri Indonesia. Kedua,
proses penyebaran kedua dilakukan oleh golongan Brahmana terutama aliran
Saiva-siddharta. Menurut aliran ini seseorang yang dicalonkan untuk menduduki
golongan Brahmana harus mempelajari kitab agama Hindu bertahun-tahun sampai
dapat ditasbihkan menjadi Brahmana. Setelah ditasbihkan, ia dianggap telah
disucikan oleh Siva dan dapat melakukan upacara Vratyastome / penyucian diri
untuk menghindukan seseorang
Pada dasarnya teori Brahmana, Ksatria dan Waisya
memiliki kelemahan yaitu, golongan Ksatria dan Waisya tidak mengusai bahasa
Sansekerta. Sedangkan bahasa Sansekerta adalah bahasa sastra tertinggi
yang dipakai dalam kitab suci Weda. Dan golongan Brahmana walaupun
menguasai bahasa Sansekerta tetapi menurut kepercayaan Hindu kolot tidak
boleh menyebrangi laut.
Jadi
hubungan dagang telah menyebabkan terjadinya proses masuknya penganut Hindu -
Budha ke Indonesia. Beberapa teori di atas menunjukan bahwa masuknya pengaruh
Hindu - Budha merupakan satu proses tersendiri yang terpisah namun tetap di
dukung oleh proses perdagangan.
Untuk
agama Budha diduga adanya misi penyiar agama Budha yang disebut dengan
Dharmaduta, dan diperkirakan abad 2 Masehi agama Budha masuk ke Indonesia.
Hal ini dibuktikan dengan adanya penemuan arca Budha yang terbuat dari
perunggu diberbagai daerah di Indonesia antara lain Sempaga (Sulsel), Jember
(Jatim), Bukit Siguntang (Sumsel). Dilihat ciri-cirinya, arca tersebut berasal
dari langgam Amarawati (India Selatan) dari abad 2 - 5 Masehi. Dan di samping
itu juga ditemukan arca perunggu berlanggam Gandhara (India Utara) di Kota
Bangun, Kutai (Kaltim).
Pada
umumnya para ahli cenderung kepada pendapat yang menyatakan bahwa masuknya
budaya Hindu ke Indonesia itu dibawa dan disebarluaskan oleh orang-orang
Indonesia sendiri. Bukti tertua pengaruh budaya India di Indonesia adalah
penemuan arca perunggu Buddha di daerah Sempaga (Sulawesi Selatan).
Dilihat dari bentuknya, arca ini mempunyai langgam yang sama dengan arca
yang dibuat di Amarawati (India). Para ahli memperkirakan, arca Buddha
tersebut merupakan barang dagangan atau barang persembahan untuk bangunan suci
agama Buddha. Selain itu, banyak pula ditemukan prasasti tertua dalam bahasa
Sanskerta dan Malayu kuno. Berita yang disampaikan prasasti-prasasti itu
memberi petunjuk bahwa budaya Hindu menyebar di Kerajaan Sriwijaya pada abad
ke-7 Masehi.[4]
2. Interaksi Dengan Kebudayaan Indonesia dan Perkembanganya
Indonesia
adalah negara yang kaya akan budaya, dan sangat erat kaitanya dengan tindak
tutur manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Khususnya Pulau Jawa
tradisi lokal pribumi Jawa sendiri sejak dulu telah mewarnai kebudayaan
setempat. Di tambah lagi dengan masuknya pengaruh dari Hindu-Buddha yang
di terima dengan baik dan ramah oleh orang-orang Jawa karena memang banyak
kesamaan dengan kepecayaan asli bangsa Indonesia. Perkembangan
Hindu-Buddha di Indonesia banyak ditandai dengan munculnya kerajaan-kerajaan
serta bangunan-bangunan yang bercorakan Hindu-Buddha, diantaranya:
Kerajaan
dan Bangunan Yang Bercorak Hindu
a. Kerajaan Kutai
Kerajaan
Kutai merupakan kerajaan tertua bercorak Hindu di Indonesia. Kerajaan ini
terletak di Kalimantan, tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai sendiri
diambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang menggambarkan kerajaan
tersebut. Tujuh buah yupa merupakan sumber utama bagi para ahli untuk
menginterpretasikan sejarah Kerajaan Kutai. Dari salah satu yupa tersebut,
diketahui bahwa raja yang memerintah Kerajaan Kutai saat itu adalah Mulawarman.
Mulawarman
adalah anak Aswawarman dan cucu Kudungga, Nama Mulawarman dan Aswawarman sangat
kental dengan pengaruh bahasa Sansekerta. Putra Kudungga, Aswawarman,
kemungkinan adalah raja pertama kerajaan Kutai yang bercorak Hindu. Ia juga
diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar
Wangsakerta, yang artinya pembentuk Keluarga.
Putra
Aswawarman adalah Mulawarman. Dari yupa, diketahui bahwa pada masa pemerintahan
Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah kekuasaannya
meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup sejahtera
dan makmur.
b.
Kerajaan Tarumanegara
Sumber
sejarah Kerajaan Tarumanegara diperoleh dari prasasti-prasasti yang berhasil
ditemukan. Namun, tulisan pada beberapa prasati, seperti pada Prasati Muara
Cianten dan Prasasti Pasir Awi sampai saat ini belum dapat diartikan. Banyak
informasi berhasil diperoleh dari tulisan pada kelima prasasti lainnya,
terutama Prasasti Tugu yang merupakan prasasti terpanjang, Tujuh prasasti dari
kerajaan Tarumanegara adalah: Prasasti Ciaruteun, Prasasti Kebon Kopi, Prasasti
Jambu, Prasasti Muara Cianten, Prasasti Tugu, Prasasti Pasir Awi, dan Prasasti
Munjul.
Sumber
sejarah penting lain yang dapat menjadi bukti keberadaan kerajaan Tarumanegara
adalah catatan sejarah pengelana Cina. Catatan sejarah pengelana Cina yang
menyebutkan keberadaan Kerajaan Tarumanegara adalah catatan perjalanan pendeta
Cina Fa-Hsein, pada tahun414 dan catatan kerajaan Dinasti Sui dan Dinasti Tang.
Dari salah satu prasasti, yakniPrasati Ciaruteun yang ditemukan di Desa
Ciampea, Bogor, diketahui bahwa Purnawarman dikenal sebagai raja yang gagah berani.
Data sejarah yang lebih jelas, terdapat pada Prasasti Tugu. Pada prasasti yang
panjang ini, dikatakan bahwa pada tahun pemerintahannya yang ke-22, Purnawarman
telah menggali Sungai Gomati. Dari prasati tersebut, dapat disimpulkan bahwa
Purnawarman memerintah dalam waktu yang cukup lama.
Kerajaan
dan Bangunan Yang Bercorak Buddha
a.
Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan
Sriwijaya didirikan ± abad ke-7 hingga tahun 1377.[5] Pada mulanya
Kerajaan Sriwijaya berpusat di sekitar Sungai Batanghari, pantai timur
Sumatra, tetapi pada perkembangannya wilayah kerajaan Sriwijaya meluas hingga
meliputi wilayah Kerajaan Melayu, Semenanjung Malaya, dan Sunda (kini wilayah
Jawa Barat). Catatan mengenai kerajaan-kerajaan di Sumatra didapat dari seorang
pendeta Buddha dari Tiongkok yang bernama I-Tsing yang pernah tinggal di
Sriwijaya antara tahun 685-689 M.
Dari
Prasasti Kedukan Bukit (683), dapat diketahui bahwa Raja Dapunta Hyang berhasil
memperluas wilayah kekuasaannya dengan menaklukan daerah Minangatamwan, Jambi.
Daerah Jambi sebelumnya adalah wilayah kerajaan Melayu. Daerah itu merupakan
wilayah taklukan pertama Kerajaan Sriwijaya. Dengan dikuasainya wilayah Jambi,
Kerajaan Sriwijaya memulai peranannya sebagai kerajaan maritim dan perdagangan
yang kuat dan berpengaruh di Selat Malaka. Ekspansi wilayah Kerajaan Sriwijaya
pada abad ke-7 menuju ke arah selatan dan meliputi daerah perdagangan Jawa di
Selat Sunda.
Kerajaan
Sriwijaya mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Raja Balaputradewa. Pada
masa itu, kegiatan perdagangan luar negeri ditunjang juga dengan penaklukan
wilayah-wilayah sekitar. Sepanjang abad ke-8, wilayah Kerajaan Sriwijaya meluas
kea rah utara dengan menguasai Semenanjung Malaya dan daerah perdagangan di
Selat Malaka dan Laut Cina Selatan. Sejarah tentang Raja Balaputradewa dimuat
dalam dua prasasti, yaitu Prasasti Nalanda dan Prasasti Ligor.
Raja
kerajaan Sriwijaya yang terakhir adalah Sri Sanggrama Wijayatunggawarman. Pada
masa pemerintahan Sri Sanggrama Wijayatunggawarman, hubungan Kerajaan Sriwijaya
dan kerajaan Chola dari India yang semula sangat erat mulai renggang. Hal itu
disebabkan oleh seranggan yang dilancarkan Kerajaan Chola di bawah pimpinan
Rajendracoladewa atas wilayah Sriwijaya di semenanjung Malaya.
Serangan-serangan tersebut menyebabkan kemunduran kerajaan Sriwijaya.
b.
Sailendra di Mataram
Sekitar
tahun ± 775-850 M di daerah Bagelan dan Yogyakarta berkuasalah raja-raja dari
Wangsa Sailendra yang memeluk agama Buddha. Dan pada kerajaan inilah
Mataram mengalami masa keemasaan dan daerah-daerah yang berada dibawah
pemerintahan Sailendra. Dan pada masa raja Sailenra lah banyak
seniman-seniman Indonesia yang telah melahirkan karya-karya yang mengagumkan,
misalnya candi Borobudur, candi paling besar yang dibangun pada masa
pemerintahan raja Sailendra. Selain itu ada candi Pawon, Mendut, Kalasan
dan Sewu[6].
c.
Kerajaan Majapahit
Kerajaan
bercorak Hindu yang terakhir dan terbesar di pulau Jawa adalah Majapahit. Nama
kerajaan ini berasal dari buah maja yang pahit rasanya. Ketika orang-orang
Madura bernama Raden Wijaya membuka hutan di Desa Tarik, mereka menenukan sebuah
pohon maja yang berubah pahit. Padahal rasa buah itu biasanya manis. Oleh
karena itu mereka menamakna permukiman mereka itu sebagai Majapahit. Daerah ini
merupakan daerah yang diberikan Raja Jayakateang dari Kerajaan Kediri kepada
Raden Wijaya. Raja Wijaya adalah menantu Raja Kertanegara dari kerajaan
Singasari. Pada saat Kerajaan Singasari diserbu dan dikalahkan oleh
Jayakatwang, Raden Wijaya berhasil melarikan diri. Ia mencari perlindungan
kepada Bupati Madura yang bernama Arya Wiraraja. Dengan bantuan orang-orang
Madura, ia membangun pemuliman di Desa Tarik yang kemudian diberi nama
Majapahit tersebut.
Pada tahun
1292, armada Cina yang terdiri dari 1.000 buah kapal dengan 20.000 orang
prajurit tiba di Tuban, Jawa Timur. Tujuan mereka adalah menghukum Raja
Kertanegara yang menyatakan tidak mau tunduk kepada Kaisar Kubilai Khan dari
Cina. Mereka tidak mengetahui bahwa Raja Kertanegara dari Singasari itu telah
meninggal dikalahkan oleh Raja Jayakatwang dari Kediri.
Melihat
peluang ini, Raden Wijaya mengambil kesempatan untuk merebut kembali Kerajaan
Singasari. Ia menggabungkan diri dengan pasukan cina dan menyerang Raja
Jayakatwang di Kediri. Kerajaan Kediri tidak mampu menghadapi serangan itu.
Raja Jayakatwang berhasil dikalahkan. Kemenangan itu membuat pasukan Cina
bergembira dan berpesta pora. Mereka tidak menyaka kalau kesempatan itu dipakai
oleh Raden Wijaya untuk balik menyerang mereka. Pasukan Raden Wijaya berhasil
mengusir armada Cina kembali ketanah airnya. Sejak saat itu Kerajaan Majapahit
dianggap sudah berdiri.
Raden
Wijaya naik tahta sebagai Raja Majapahit pada tahun 1293 dengan gelar Sri
Kertarajasa Jayawardhana. Pada tahun 1295., berturut-turut pecah pembrontakan
yang dipimpin oleh Rangga lawe dan disusul oleh Saro serta Nambi.
Pembrontakan-pembrontakan itu bisa dipadamkan. Raden Wijaya wafat pada tahun
1309 dan mendapat penghormatan di dua tempat, yaitu Candi Simping (Sumberjati)
dan Candi Artahpura.
Setelah
Raden Wijaya wafat, putera permaisuri Tribuwaneswari yang bernama Jayanegara
menggantikannya sebagai Raja Majapahit. Pada awal pemerintahannya Jayanegara
harus menghadapi sisa pemberontakan yang meletus dimasa ayahnya masih hidup.
Selain pembrontakan Kuti dan Sumi, Raja Jayanegara diselamatkan oleh pasukan
pengawal (Bhayangkari) yang dipimpin oleh Gajah Mada ia kemudian diungsikan ke
Desa Bedager.
Raja
Jayanegara wafat tahun1328 karena dibunuh oleh salah seorang anggota
dharmaoutra yang bernama Tanca. Oleh karena ia tidak mempunyai putra ia
kemudian digantikan oleh adik perempuannya Bhre Kahuripan yang bergelar
Tribuanatunggadewi Jayawishnuwardhani. Suaminya bernama Cakradhara yang
berkuasa di Singasari dengan gelar Kertawerdhana.
Dari kitab
Negarakertagama, digambarkan adanya beberapa pemberontakan di masa pemerintahan
Ratu Tribuanatunggadewi. Pembrontakan yang paling berbahaya adalah
pemberontakan di Sadeng dan Keta pada tahun 1331. Namun pemberontakan itu
pemberontakan itu dapat dipadamkan oleh Gajah Mada. Setelah itu Gajah Mada
bersumpah di hadapan Raja dan para pembesar kerajaan bahwa ia tidak akan amukti
palapa (memakan buah palapa), sebelum ia dapat menundukan Nusantara.
Pada tahun
1334, lahirlah putra mahkota Kerajaan Majapahit yang diberi nama Hayam Wuruk.
Pada tahun 1350, Ratu Tribuanatunggadewi mengundurkan diri setelah berkuasa 22
tahun. Ia wafat pada tahun 1372. Pada tahun 1350, Hayam Muruk dinobatkan
sebagai raja Majapahit dan bergelar Sri Rajasanagara. Gajah Mada diangkat
sebagai Patih Hamangkubumi. Dibawah pemerintahan Hayam Wuruk dan Gajah Mada,
Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Kerajaan Majapahit menguasai
wilayah yang sangat luas. Hampir seluruh wilayah Nusantara tunduk pada
Majapahit.
Gajah Mada
meninggal tahun 1364. Meninggalnya Gajah Mada menjadi titik tolak kemunduran
Majapahit. Setelah Gajah Mada tidak ada negarawan yang kuat dan bijaksana.
Keadaan semakin memburuk setelah Hayam Wuruk juga meninggal pada tahun 1389.
Hayam Wuruk tidak memiliki putra mahkota. Tahta kerajaan Majapahit diberikan
pada menantunya yang bernama Wikramawardhana (suami dari putri mahkota
Kusumawardhani). Hayam Wuruk sebenarnya memiliki putra yang bernama Bhre
Wirabhumi. Namun, dia bukan anak dari permaisuri sehingga tidak berhak mewarisi
tahta Kerajaan Majapahit.
Meskipun
demikian, Wirabhumi tetap diberi kekuasaan di wilayah kekuasaan di wilayah
Kerajaan sebelah Timur, yaitu Blambangan. Dengan cara tersebut, kemungkinan
perpecahan antara Bhre Wirabhumi dan Wikramawardhana berhasil diredam. Masalah
kembali timbul ketika tahta Kerajaan Majapahit kembali kosong setelah
Kusumawardhani meninggal dunia pada tahun 1400. Wikramawardhana berniat untuk
menjadi pendeta dan menunjuk putrinya, Suhita, menjadi ratu Kerajaan Majapahit.
Pada tahun
1401, pecah perang antara keluarga Wikramawardhana dan Wirabhumi yang dikenal
sebagai Perang Paregreg. Perang Paregreg baru berakhir pada tahun 1406 dengan
terbunuhnya Bhre Wirabhumi. Parang saudara ini semakin melemahkan Kerajaan
Majapahit. Satu demi satu daerah kekuasaannya melepaskan diri. Tidak ada lagi
raja yang kuat dan mampu memerintah kerajaan yang demikian luas. Menurut
catatan. Kerajaan Majapahit runtuh sekitar tahun 1500 yang didasarkan pada
tahun bersimbol Sirna Ilang Kertaning Bhumi.
SEJARAH
MASUKNYA AGAMA HINDU DI BALI
Masa
Prasejarah
Zaman
prasejarah Bali merupakan awal dari sejarah masyarakat Bali, yang ditandai oleh
kehidupan masyarakat pada masa itu yang belum mengenal tulisan. Walaupun pada
zaman prasejarah ini belum dikenal tulisan untuk menuliskan riwayat
kehidupannya, tetapi berbagai bukti tentang kehidupan pada masyarakat pada masa
itu dapat pula menuturkan kembali keadaanya Zaman prasejarah berlangsung dalam
kurun waktu yang cukup panjang, maka bukti-bukti yang telah ditemukan hingga
sekarang sudah tentu tidak dapat memenuhi segala harapan kita.
Berkat
penelitian yang tekun dan terampil dari para ahli asing khususnya bangsa
Belanda dan putra-putra Indonesia maka perkembangan masa prasejarah di Bali
semakin terang. Perhatian terhadap kekunaan di Bali pertama-tama diberikan oleh
seorang naturalis bernama Georg Eberhard Rumpf, pada tahun 1705 yang dimuat
dalam bukunya Amboinsche Reteitkamer. Sebagai pionir dalam
penelitian kepurbakalaan di Bali adalah W.O.J. Nieuwenkamp yang mengunjungi
Bali pada tahun 1906 sebagai seorang pelukis. Dia mengadakan perjalanan
menjelajahi Bali. Dan memberikan beberapa catatan antara lain tentang nekara
Pejeng, Trunyan, dan Pura Bukit Penulisan. Perhatian terhadap nekara Pejeng ini
dilanjutkan oleh K.C Crucq tahun 1932 yang berhasil menemukan tiga bagian
cetakan nekara Pejeng di Pura Desa Manuaba, Tegallalang.
Penelitian
prasejarah di Bali dilanjutkan oleh Dr. H.A.R. van Heekeren dengan hasil
tulisan yang berjudul Sarcopagus on Bali tahun 1954. Pada
tahun 1963 ahli prasejarah putra Indonesia Drs. R.P. Soejono melakukan penggalian
ini dilaksanakan secara berkelanjutan yaitu tahun 1973, 1974, 1984, 1985.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap benda-benda
temuan yang berasal dari tepi pantai Teluk Gilimanuk diduga bahwa lokasi Situs
Gilimanuk merupakan sebuah perkampungan nelayan dari zaman perundagian di Bali.
Di tempat ini sekarang berdiri sebuah museum.
Berdasarkan
bukti-bukti yang telah ditemukan hingga sekarang di Bali, kehidupan masyarakat
ataupun penduduk Bali pada zaman prasejarah Bali dapat dibagi menjadi :
1. Masa berburu dan mengumpulkan
makanan tingkat sederhana
2. Masa berburu dan mengumpulkan
makanan tingkat lanjut
3. Masa bercocok tanam
4. Masa perundagian
Masa
Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Sederhana
Sisa-sisa
dari kebudayaan paling awal diketahui dengan penelitian-penelitian yang
dilakukan sejak tahun 1960 dengan ditemukan di Sambiran (Buleleng bagian
timur), serta di tepi timur dan tenggara Danau Batur (Kintamani) alat-alat batu
yang digolongkan kapak genggam, kapak berimbas, serut dan sebagainya. Alat-alat
batu yang dijumpai di kedua daerah tersebut kini disimpan di Museum Gedong Arca
di Bedulu, Gianyar.
Kehidupan
penduduk pada masa ini adalah sederhana sekali, sepenuhnya tergantung pada alam
lingkungannya. Mereka hidup mengembara dari satu tempat ketempat lainnya
(nomaden). Daerah-daerah yang dipilihnya ialah daerah yang mengandung
persediaan makanan dan air yang cukup untuk menjamin kelangsungan hidupnya.
Hidup berburu dilakukan oleh kelompok kecil dan hasilnya dibagi bersama. Tugas
berburu dilakukan oleh kaum laki-laki, karena pekerjaan ini memerlukan tenaga
yang cukup besar untuk menghadapi segala bahaya yang mungkin terjadi. Perempuan
hanya bertugas untuk menyelesaikan pekerjaan yang ringan misalnya mengumpulkan
makanan dari alam sekitarnya. Hingga saat ini belum ditemukan bukti-bukti apakah
manusia pada masa itu telah mengenal bahasa sebagai alat bertutur satu sama
lainnya.
Walaupun
bukti-bukti yang terdapat di Bali kurang lengkap, tetapi bukti-bukti yang
ditemukan di Pacitan (Jawa Timur) dapatlah kiranya dijadikan pedoman. Para ahli
memperkirakan bahwa alat-alat batu dari Pacitan yang sezaman dan mempunyai
banyak persamaan dengan alat-alat batu dari Sembiran, dihasilkan oleh jenis
manusia. Pithecanthropus erectus atau keturunannya. Kalau
demikian mungkin juga alat-alat baru dari Sambiran dihasilkan oleh manusia
jenisPithecanthropus atau keturunannya.
Masa
Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut
Pada masa
ini corak hidup yang berasal dari masa sebelumnya masih berpengaruh. Hidup
berburu dan mengumpulkan makanan yang terdapat dialam sekitar dilanjutkan
terbukti dari bentuk alatnya yang dibuat dari batu, tulang dan kulit kerang.
Bukti-bukti mengenai kehidupan manusia pada masa mesolithik berhasil ditemukan
pada tahun 1961 di Gua Selonding, Pecatu (Badung). Gua ini terletak di pegunungan
gamping di Semenanjung Benoa. Di daerah ini terdapat goa yang lebih besar ialah
Gua Karang Boma, tetapi goa ini tidak memberikan suatu bukti tentang kehidupan
yang pernah berlangsung disana. Dalam penggalian Gua Selonding ditemukan
alat-alat terdiri dari alat serpih dan serut dari batu dan sejumlah alat-alat
dari tulang. Di antara alat-alat tulang terdapat beberapa lencipan muduk yaitu
sebuah alat sepanjang 5 cm yang kedua ujungnya diruncingkan.
Alat-alat
semacam ini ditemukan pula di sejumlah gua Sulawesi Selatan pada tingkat
perkembangan kebudayaan Toala dan terkenal pula di Australia Timur. Di luar
Bali ditemukan lukisan dinding-dinding gua, yang menggambarkan kehidupan sosial
ekonomi dan kepercayaan masyarakat pada waktu itu. Lukisan-lukisan di dinding
goa atau di dinding-dinding karang itu antara lain yang berupa cap-cap tangan,
babi rusa, burung, manusia, perahu, lambang matahari, lukisan mata dan
sebagainya. Beberapa lukisan lainnya ternyata lebih berkembang pada tradisi
yang lebih kemudian dan artinya menjadi lebih terang juga di antaranya adalah
lukisan kadal seperti yang terdapat di Pulau Seram dan Papua, mungkin
mengandung arti kekuatan magis yang dianggap sebagai penjelmaan roh nenek
moyang atau kepala suku.
Masa
Bercocok Tanam
Masa
bercocok tanam lahir melalui proses yang panjang dan tak mungkin dipisahkan
dari usaha manusia prasejarah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya pada masa-masa
sebelumnya. Masa neolithik amat penting dalam sejarah perkembangan masyarakat
dan peradaban, karena pada masa ini beberapa penemuan baru berupa penguasaan
sumber-sumber alam bertambah cepat. Penghidupan mengumpulkan makanan (food
gathering) berubah menjadi menghasilkan makanan (food producing).
Perubahan ini sesungguhnya sangat besar artinya mengingat akibatnya yang sangat
mendalam serta meluas kedalam perekonomian dan kebudayaan.
Sisa-sisa
kehidupan dari masa bercocok tanam di Bali antara lain berupa kapak batu
persegi dalam berbagai ukuran, belincung dan panarah batang pohon. Dari teori
Kern dan teori Von Heine-Geldern diketahui bahwa nenek moyang bangsa
Austronesia, yang mulai datang di kepulauan kita kira-kira 2000 tahun S.M ialah
pada zaman neolithik. Kebudayaan ini mempunyai dua cabang ialah cabang kapak
persegi yang penyebarannya dari dataran Asia melalui jalan barat dan
peninggalannya terutama terdapat di bagian barat Indonesia dan kapak lonjong
yang penyebarannya melalui jalan timur dan peninggalan-peninggalannya merata
dibagian timur negara kita. Pendukung kebudayaan neolithik (kapak persegi)
adalah bangsa Austronesia dan gelombang perpindahan pertama tadi disusul dengan
perpindahan pada gelombang kedua yang terjadi pada masa perunggu kira-kira 500
S.M. Perpindahan bangsa Austronesia ke Asia Tenggara khususnya dengan memakai
jenis perahu cadik yang terkenal pada masa ini. Pada masa ini diduga telah
tumbuh perdagangan dengan jalan tukar menukar barang (barter) yang diperlukan.
Dalam hal ini sebagai alat berhubungan diperlukan adanya bahasa. Para ahli
berpendapat bahwa bahasa Indonesia pada masa ini adalah Melayu Polinesia atau
dikenal dengan sebagai bahasa Austronesia.
Masa
Perundagian
Gong, yang
ditemukan pula di berbagai tempat di Nusantara, merupakan alat musik yang
diperkirakan berakar dari masa perundagian.
Dalam masa
neolithik manusia bertempat tinggal tetap dalam kelompok-kelompok serta
mengatur kehidupannya menurut kebutuhan yang dipusatkan kepada menghasilkan
bahan makanan sendiri (pertanian dan peternakan). Dalam masa bertempat tinggal
tetap ini, manusia berdaya upaya meningkatkan kegiatan-kegiatannya guna
mencapai hasil yang sebesar-besarnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pada zaman
ini jenis manusia yang mendiami Indonesia dapat diketahui dari berbagai
penemuan sisa-sisa rangka dari berbagai tempat, yang terpenting di antaranya
adalah temuan-temuan dari Anyer Lor (Banten), Puger (Jawa Timur), Gilimanuk
(Bali) dan Melolo (Sumbawa). Dari temuan kerangka yang banyak jumlahnya
menunjukkan ciri-ciri manusia. Sedangkan penemuan di Gilimanuk dengan jumlah
kerangka yang ditemukan 100 buah menunjukkan ciri Mongoloid yang kuat seperti
terlihat pada gigi dan muka. Pada rangka manusia Gilimanuk terlihat penyakit
gigi dan encok yang banyak menyerang manusia ketika itu.
Berdasarkan
bukti-bukti yang telah ditemukan dapat diketahui bahwa dalam masyarakat Bali
pada masa perundagian telah berkembang tradisi penguburan dengan cara-cara
tertentu. Adapun cara penguburan yang pertama ialah dengan mempergunakan peti
mayat atau sarkofagus yang dibuat dari batu padas yang lunak atau yang keras.
Cara penguburannya ialah dengan mempergunakan tempayan yang dibuat dari tanah
liat seperti ditemukan di tepi pantai Gilimanuk (Jembrana). Benda-benda temuan
ditempat ini ternyata cukup menarik perhatian di antaranya terdapat hampir 100
buah kerangka manusia dewasa dan anak-anak, dalam keadaan lengkap dan tidak
lengkap. Tradisi penguburan dengan tempayan ditemukan juga di Anyar (Banten),
Sabbang (Sulawesi Selatan), Selayar, Rote dan Melolo (Sumba). Di luar Indonesia
tradisi ini berkembang di Filipina, Thailand, Jepang dan Korea.
Kebudayaan
megalithik ialah kebudayaan yang terutama menghasilkan bangunan-bangunan dari
batu-batu besar. Batu-batu ini mempunyai biasanya tidak dikerjakan secara
halus, hanya diratakan secara kasar saja untuk mendapat bentuk yang diperlukan.
di daerah Bali tradisi megalithik masih tampak hidup dan berfungsi di dalam
kehidupan masyarakat dewasa ini. Adapun temuan yang penting ialah berupa batu
berdiri (menhir) yang terdapat di Pura Ratu Gede Pancering Jagat di Trunyan. Di
pura in terdapat sebuah arca yang disebut arca Da Tonta yang memiliki ciri-ciri
yang berasal dari masa tradisi megalithik. Arca ini tingginya hampir 4 meter.
Temuan lainnya ialah di Sembiran (Buleleng), yang terkenal sebagai desa Bali
kuna, disamping desa-desa Trunyan dan Tenganan. Tradisi megalithik di desa
Sembiran dapat dilihat pada pura-pura yang dipuja penduduk setempat hingga
dewasa ini. dari 20 buah pura ternyata 17 buah pura menunjukkan bentuk-bentuk
megalithik dan pada umumnya dibuat sederhana sekali. Di antaranya ada berbentuk
teras berundak, batu berdiri dalam palinggih dan ada pula yang hanya merupakan
susunan batu kali.
Temuan
lainnya yang penting juga ialah berupa bangunan-bangunan megalithik yang
terdapat di Gelgel (Klungkung).Temuan yang penting di desa Gelgel ialah sebuah
arca menhir yaitu terdapat di Pura Panataran Jro Agung. Arca menhir ini dibuat
dari batu dengan penonjolan kelamin wanita yang mengandung nilai-nilai
keagamaan yang penting yaitu sebagai lambang kesuburan yang dapat memberi
kehidupan kepada masyarakat.
Masuknya
Agama Hindu
Gua Gajah
(sekitar abad XI), salah satu peninggalan masa awal periode Hindu di Bali.
Berakhirnya
zaman prasejarah di Indonesia ditandai dengan datangnya bangsa dan pengaruh
Hindu. Pada abad-abad pertama Masehi sampai dengan lebih kurang tahun 1500, yakni
dengan lenyapnya kerajaan Majapahit merupakan masa-masa pengaruh Hindu. Dengan
adanya pengaruh-pengaruh dari India itu berakhirlah zaman prasejarah Indonesia
karena didapatkannya keterangan tertulis yang memasukkan bangsa Indonesia ke
dalam zaman sejarah. Berdasarkan keterangan-keterangan yang ditemukan pada
prasasti abad ke-8 Masehi dapatlah dikatakan bahwa periode sejarah Bali Kuno
meliputi kurun waktu antara abad ke-8 Masehi sampai dengan abad ke-14 Masehi
dengan datangnya ekspedisi Mahapatih Gajah Mada dari Majapahit yang dapat
mengalahkan Bali. Nama Balidwipa tidaklah merupakan nama baru, namun telah ada
sejak zaman dahulu. Hal ini dapat diketahui dari beberapa prasasti, di
antaranya dari Prasasti Blanjong yang dikeluarkan oleh Sri Kesari Warmadewa pada
tahun 913 Masehi yang menyebutkan kata "Walidwipa". Demikian pula
dari prasasti-prasasti Raja Jayapangus, seperti prasasti Buwahan D dan prasasti
Cempaga A yang berangka tahun 1181 Masehi.
Di antara
raja-raja Bali, yang banyak meninggalkan keterangan tertulis yang juga
menyinggung gambaran tentang susunan pemerintahan pada masa itu adalah Udayana,
Jayapangus , Jayasakti, dan Anak Wungsu. Dalam mengendalikan pemerintahan, raja
dibantu oleh suatu Badan Penasihat Pusat. Dalam prasasti tertua 882-914, badan
ini disebut dengan istilah "panglapuan". Sejak zaman Udayana, Badan
Penasihat Pusat disebut dengan istilah "pakiran-kiran i jro
makabaihan". Badan ini beranggotakan beberapa orang senapati dan pendeta
Siwa dan Budha.
Di dalam
prasasti-prasasti sebelum Raja Anak Wungsu disebut-sebut beberapa jenis seni
yang ada pada waktu itu. Akan tetapi, baru pada zaman Raja Anak Wungsu, kita
dapat membedakan jenis seni menjadi dua kelompok yang besar, yaitu seni keraton
dan seni rakyat. Tentu saja istilah seni keraton ini tidak berarti bahwa seni
itu tertutup sama sekali bagi rakyat. Kadang-kadang seni ini dipertunjukkan
kepada masyarakat di desa-desa atau dengan kata lain seni keraton ini bukanlah
monopoli raja-raja.
Dalam bidang agama, pengaruh zaman
prasejarah, terutama dari zaman megalitikum masih terasa kuat. Kepercayaan pada
zaman itu dititikberatkan kepada pemujaan roh nenek moyang yang disimboliskan
dalam wujud bangunan pemujaan yang disebut teras piramid atau bangunan
berundak-undak. Kadang-kadang di atas bangunan ditempatkan menhir, yaitu tiang
batu monolit sebagai simbol roh nenek moyang mereka. Pada zaman Hindu hal ini
terlihat pada bangunan pura yang mirip dengan pundan berundak-undak.
Kepercayaan pada dewa-dewa gunung, laut, dan lainnya yang berasal dari zaman
sebelum masuknya Hindu tetap tercermin dalam kehidupan masyarakat pada zaman
setelah masuknya agama Hindu. Pada masa permulaan hingga masa pemerintahan Raja
Sri Wijaya Mahadewi tidak diketahui dengan pasti agama yang dianut pada masa
itu. Hanya dapat diketahui dari nama-nama biksu yang memakai unsur nama Siwa,
sebagai contoh biksu Piwakangsita Siwa, biksu Siwanirmala, dan biksu
Siwaprajna. Berdasarkan hal ini, kemungkinan agama yang berkembang pada saat
itu adalah agama Siwa. Baru pada masa pemerintahan Raja Udayana dan
permaisurinya, ada dua aliran agama besar yang dipeluk oleh penduduk, yaitu
agama Siwa dan agama Budha. Keterangan ini diperoleh dari prasasti-prasastinya
yang menyebutkan adanya mpungku Sewasogata (Siwa-Buddha)
sebagai pembantu raja.
Kedatangan
Ekspedisi Gajah Mada1343-1846
Ekspedisi
Gajah Mada ke Bali dilakukan pada saat Bali diperintah oleh Kerajaan Bedahulu
dengan Raja Astasura Ratna Bumi Banten dan Patih Kebo Iwa. Dengan terlebih
dahulu membunuh Kebo Iwa, Gajah Mada memimpin ekspedisi bersama Panglima Arya
Damar dengan dibantu oleh beberapa orang arya. Penyerangan ini mengakibatkan
terjadinya pertempuran antara pasukan Gajah Mada dengan Kerajaan Bedahulu.
Pertempuran ini mengakibatkan raja Bedahulu dan putranya wafat. Setelah Pasung
Grigis menyerah, terjadi kekosongan pemerintahan di Bali. Untuk itu, Majapahit
menunjuk Sri Kresna Kepakisan untuk memimpin pemerintahan di Bali dengan
pertimbangan bahwa Sri Kresna Kepakisan memiliki hubungan darah dengan penduduk
Bali Aga. Dari sinilah berawal wangsa Kepakisan.
Periode
Gelgel
Karena
ketidakcakapan Raden Agra Samprangan menjadi raja, Raden Samprangan digantikan
oleh Dalem Ketut Ngulesir. Oleh Dalem Ketut Ngulesir, pusat pemerintahan
dipindahkan ke Gelgel (dibaca /gɛl'gɛl/). Pada
saat inilah dimulai Periode Gelgel dan Raja Dalem Ketut Ngulesir merupakan raja
pertama. Raja yang kedua adalah Dalem Watu Renggong (1460—1550). Dalem Watu
Renggong menaiki singgasana dengan warisan kerajaan yang stabil sehingga ia
dapat mengembangkan kecakapan dan kewibawaannya untuk memakmurkan Kerajaan
Gelgel. Di bawah pemerintahan Watu Renggong, Bali (Gelgel) mencapai puncak
kejayaannya. Setelah Dalem Watu Renggong wafat ia digantikan oleh Dalem Bekung
(1550—1580), sedangkan raja terakhir dari zaman Gelgel adalah Dalem Di Made
(1605—1686).
Zaman
Kerajaan Klungkung
Kerajaan
Klungkung sebenarnya merupakan kelanjutan dari Dinasti Gelgel. Pemberontakan I
Gusti Agung Maruti ternyata telah mengakhiri Periode Gelgel. Hal itu terjadi
karena setelah putra Dalem Di Made dewasa dan dapat mengalahkan I Gusti Agung
Maruti, istana Gelgel tidak dipulihkan kembali. Gusti Agung Jambe sebagai putra
yang berhak atas takhta kerajaan, ternyata tidak mau bertakhta di Gelgel,
tetapi memilih tempat baru sebagai pusat pemerintahan, yaitu bekas tempat
persembunyiannya di Semarapura.
Dengan
demikian, Dewa Agung Jambe (1710-1775) merupakan raja pertama zaman Klungkung.
Raja kedua adalah Dewa Agung Di Made I, sedangkan raja Klungkung yang terakhir
adalah Dewa Agung Di Made II. Pada zaman Klungkung ini wilayah kerajaan
terbelah menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Kerajaan-kerajaan kecil ini
selanjutnya menjadi swapraja (berjumlah delapan buah) yang pada zaman kemerdekaan
dikenal sebagai kabupaten.
Kerajaan-Kerajaan
Pecahan Klungkung
5. Kerajaan Badung, yang kemudian
menjadi Kabupaten Badung.
6. Kerajaan Mengwi, yang kemudian
menjadi Kecamatan Mengwi.
7. Kerajaan Bangli, yang kemudian menjadi
Kabupaten Bangli.
8. Kerajaan Buleleng, yang kemudian
menjadi Kabupaten Buleleng.
9. Kerajaan Gianyar, yang kemudian
menjadi Kabupaten Gianyar.
10. Kerajaan Karangasem, yang kemudian
menjadi Kabupaten Karangasem.
11. Kerajaan Klungkung, yang kemudian
menjadi Kabupaten Klungkung.
12. Kerajaan Tabanan, yang kemudian
menjadi Kabupaten Tabanan.
CANDI-CANDI
PENINGGALAN AGAMA HINDU
No
Candi
Nama Candi
Letak
Dibangun
Abad ke -
Kerajaaan/Raja
Ciri-ciri Bangunan
Kawi
Tampak Siring,
Bali
Abad 11 M
Kerajaan
Tampak Siring
-
Bangunannya di pahat dari tebing batu
Dieng
Kab. Banjarnegara,
Jawa Tengah
Antara abad 8 – 11 M
Kerajaan Kalingga
-
Atap tidak kerucut
-
Ruangan candinya kecil dan sempit
-
Terdiri dari beberapa kelompok candi yang tersebar di atas pegunungan Dieng
Desa Sambisari,
Sleman – Yogyakarta
Sekitar abad 10 M
Raja dari Wangsa
Sanjaya
-
Terdapat patung siwa pada bilik utamanya
Kab. Semarang,
Jawa Tengah
Abad 9
M (Th. 927 M)
Raja dari zaman
Dinasti Syailendra
-
Memiliki 9 buah candi yang tersebar di lereng Gunung Ungaran
Klaten - Yogyakarta
Antara
abad 9 - 10 M
Raja Rakai Pikatan,
Mataram Kuno
-
Candi Hindu terbesar di Indonesia
-
Terbagi menjadi 3 bagian : halaman pertama (terdapat 3 candi utama, yaitu :
candi Wisnu, Brahma dan Siwa), halaman kedua (terdapat 224 buah candi ) dan
halaman ketiga
-
Memiliki relief yang memuat kisah Ramayana
-
Terdapat relief pohon kalpataru
Kab. Blitar,
Jawa Timur
Sekitar
abad 13 M
Majapahit
-
Menghadap ke arah barat
-
Reliefnya berbentuk simbolis
Kab. Malang
Jawa Timur
Thn. 1248 M
Kerajaan Singosari
-
Terbuat dari batu andesit
-
Terdapat banyak hiasan (hiasan medallion yang melingkar menghiasi badan candi
& hiasan kepala kala diatas pintu masuk )
CANDI-CANDI
PENINGGALAN AGAMA BUDHA
No
Candi
Nama Candi
Letak
Dibangun
Abad ke -
Kerajaaan/Raja
Ciri-ciri Bangunan
Kab. Magelang,
Jawa Tengah
Abad 9 M
Ada patung Budha dari
emas
Kab. Magelang,
Jawa Tengah
Abad 8 M
Mataram Kuno,
Dinasti Syailendra
-
Memiliki 5 buah candi
- Candi ke 2 dan 4
terdapat patung singa di sudut
Kab. Magelang,
Jawa Tengah
Thn 760 SM
Mataram Kuno,
Dinasti Syailendra
- Candi Budha terbesar
di Indonesia
- Banyak terdapat
relief
- terdiri dari 3
bagian dasar (arupadatu, rupadatu & bagian puncak)
Desa Kalasan,
Yogyakarta
Akhir Abad 8 M (th.
778 M)
Raja dari zaman
Dinasti Syailendra
-
Tinggi candi 24 m
-
Ada ukiran yang dipahat dan dilapisi getah yang berfungsi sebagai
pelindung lumut
-
Pondasinya dibangun dengan bentuk Greek Cross
Kab. Klaten
Surakarta – Solo
Abad 9
M (Th. 824 M)
Raja Rakai Pikatan,
Mataram Kuno
-
Terdiri dari 2 kelompok candi ( lor dan kidul )
- Dikelilingi
116 buah stupa pewara dan 50 candi pewara
-
Terdapat 6 buah arca di dalam kamar candi induk
Kab. Magelang,
Jawa Tengah
Thn. 826 M
Mataram Kuno
-
Terdapat 3 buah gambar di bagian depannya
-
Banyak dihiasi stupa
-
Memiliki 2 buah jendela kecil di belakang temboknya
Kab. Probolinggo,
Jawa Timur
Thn. 1354 M
Kerajaan Singosari
- Bangunannya tidak
terlalu besar
Kab. Malang,
Jawa Timur
Abad 12 M
Kerajaan Singosari
-
Terdapat beberapa relief
-
Bangunan bagian atas hanya tersisa sebagian karena tersambar petir
1. Persamaan dan perbedaan Agama
Hindu-Buddha di India, Jawa dan Bali
Dilihat dari sisi luar, perbedaan antara Hindu Indonesia dengan
Hindu India sangat kentara. Baik dari makanan yang dimakan, Pakaian sembahyang,
Hari Suci yang dirayakan maupun hal-hal lain yang bisa dilihat dengan kasat
mata. Sebagai contoh, orang-orang india dimana Veda diwahyukan, mereka
mayoritas vegetarian, sementara orang Hindu Indonesia (Bali,Jawa) mayoritas non
vegetarian. Umat hindu Bali dan Jawa sembahyang tiga kali yang disebut dengan
Tri Sandhya, sedangkan umat hindu dari India biasanya sembahyang dua kali pagi
dan sore.
Salah satu contoh kesamaan ajaran yang bisa dijumpai di berbagai
daerah di Indonesia maupun di India adalah Lima Keyakinan yang dikenal dengan
nama Panca Sradda yaitu:
1. Percaya dengan adanya Tuhan,
2. Percaya dengan adanya Atman,
3. Percaya dengan adanya Hukum Karma Phala,
4. Percaya dengan adanya Reinkarnasi/Punarbawa/Samsara,
5. Percaya dengan adanya Moksa.
Di Bali ada lagi lontar-lontar yang ditulis oleh para Mpu yang
telah mencapai tingkatan spiritual yang tinggi seperti: lontar sundari gama,
lontar buana kosa, lontar sangkul putih, dan lain-lain.
Perbedaan Agama Hindu-Buddha di India, Jawa dan Bali
Perbedaan mulai tampak pada kerangka dasar yang ketiga yaitu
yang disebut dengan Upacara atau Ritual dan Hari Raya. Di sini tradisi dari
masing-masing wilayah mewarnai setiap upacara yang ada. Histori di setiap
daerahpun berbeda, peristiwa-peristiwa yang telah terjadi dalam perjalanan juga
tidak sama, sehingga melahirkan perayaan Hari Raya yang berbeda guna
memperingati peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah kehidupan manusia yang
pernah terjadi, yang nantinya bisa selalu diingat dan dijadikan suri teladan
dalam mengarungi kehidupan di maya pada ini.
Jangankan Hindu India dan Indonesia, antara Hindu Bali dengan di
Jawa saja ada banyak perbedaan, untuk memahami perbedaan-perbedaan ini mari
kita tengok sejarah perkembangan Hindu di Bali seperti yang dituturkan oleh Ida
Pandita Nabe Sri Bhagavan Dwija dalam karyanya: “Hindu dalam Wacana Bali
Sentris”
2. Hindu Dharma dan Buddha Dharma
Hindu Dharma
Pada tahun 1958 Agama Hindu Bali mendapat tempat di kementrian
agama R.I. sesudah Agama Hindu Bali mendapat tempat di kementrian agama
dibentuklah Dewan Agama Hindu Bali, yang sesudah kongres
disebut Parisada Dharma Hindu Bali (1959), dan yang pada tahun
1964 diganti dengan Parisada Hindu Bali, hingga sekarang.
Buddha Dharma
Buddha dharma adalah suatu ajaran yang menguraikan hakekat
kehidupan berdasarkan pandangan terang yang dapat membebaskan manusia dari
kesesatan dan kegelapan batin dan penderitaan disebabkan ketidak puasan. Buddha
dharma meliputi unsur-unsur agama, kebaktian, filosofi, psikologi, falsafah,
kebatinan, metafisika, tata susila, etika dan sebagainya.
Dharma mengandung 4 makna Utama:
1. Doktrin
2. Hak, Keadilan, Kebenaran
3. Kondisi
4. Barang yang kelihatan atau
fenomena.
A. DEFENISI KEBUDAYAAN DALAM ISLAM
a. Makna Kebudayaan
Kebudayaan berasal dari
bahasa Sansakerta yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi atau akal. Budi mempunyai arti akal, kelakuan, dan
norma. Sedangkan daya berarti hasil karya cipta manusia. Dengan
demikian, kebudayaan adalah semua hasil karya, karsa dan cipta
manusia di masyarakat. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, budaya berarti
pikiran, atau akal budi, sedangkan kebudayaan adalah hasil kegiatan dan
penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian, adat, dan
lain-lain.
Secara umum kebudayaan
terbagi menjadi 2 kategori, yaitu abstrak dan konkret. Kebudayaan yang bersifat
abstrak yaitu sesuatu yang secara prinsip diakui keberadaannya namun tidak
terlihat, misalnya ide/gagasan, dan
bahasa.
Sedangkan kebudayaan yang bersifat konkret adalah sesuatu yang dapat terlihat
secara kasat mata, misalnya benda-benda yang dibuat manusia yang
kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.
b. Makna
Kebudayaan Islam
Kebudayaan islam merupakan ajaran
Islam baik dalam bentuk pemikiran ataupun sudah berupa bentuk misalnya, seni, sikap atau perbuatan, yang didorong oleh perintah wahyu. Jika
ajaran agama Islam ini diamalkan sungguh-sungguh, umat Islam akan menjadi maju. Dan dengan kemajuan yang
dihasilkan itu lahirlah kebudayaan. Menurut
sarjana dan pengarang Islam, Sidi Gazalba mendinisikan kebudayaan Islam ialah
cara berpikir dan cara merasa Islam yang menyatakan diri dalam seluruh segi
kehidupan dari segolongan manusia yang membentuk kesatuan sosial dalam suatu
ruang dan suatu waktu.
Namun islam tidak bisa dianggap kebudayaan karena
Islam bukan hasil dari pemikiran dan ciptaan manusia melainkan sesuatu yang
diwahyukan oleh Allah SWT kepada Rasulullah SAW yang mengandung
peraturan-peraturan untuk jadi panduan hidup manusia agar selamat di dunia dan
akhirat. Walaupun bukan kebudayaan tetapi agama islam sangat
mendorong, bahkan turut mengatur penganutnya untuk berkebudayaan dan agama islam membuat sendiri
kebudayaannya yang sesuai dengan ajaran agama islam.
Al-Qur’an memandang kebudayaan merupakan suatu
proses dan meletakkan kebudayaan sebagai eksistensi hidup manusia. Karena itu
secara umum kebudayaan dapat dipahami sebagai olah akal budi, cipta rasa, karsa
dan karya manusia. Dimana tidak bisa terlepas dari nila-nilai kemanusiaan tapi
bisa lepas dari nilai-nilai ketuhanan. Kebudayaan Islam
berlandaskan pada nilai-nilai tauhid. Islam sangat
menghargai akal manusia untuk berkiprah dan berkembang. Hasil akal, budi rasa,
dan karsa yang telah terseleksi oleh nilai-nilai
kemanusiaan yang bersifat universal berkembang jadi sebuah peradapan.
B. Sejarah
Intelektual dalam Islam
Sebelum agama islam diajarkan dimuka bumi,
masyarakat belum tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Baru setelah muncul
agama islam yang diturunkan oleh Allah SWA yang dibawah oleh Rasulullah SAW,
pengembangan ilmu dan pemikiran baru mulai berkembang. Seperti dalam QS.
Al-Alaq : 1
خَلَقَ الَّذِي رَبِّكَ بِاسْمِ اقْرَأْ
Artinya : Bacalah (nyatakanlah)
dengan nama Tuhan mu yang telah menciptakan (segala sesuatu di alam semesta
ini).
Pada masa awal perkembangan
Islam, sistem pendidikan dan pemikiran yang sistematis belum terselenggara karena
ajaran Islam tidak diturunkan sekaligus. Namun ayat Al-Quran yang pertama kali
turun dengan jelas meletakkan fondasi yang kokoh atas pengembangan ilmu dan
pemikiran dalam Islam kemudian berkembang
menjadi peradaban islam yang diakui kebenarannya secara universal.
Menurut teori yang dikembangkan
oleh Harun Nasution, dilihat dari segi
perkembangannya sejarah
intelektual Islam dapat dikelompokkan
menjadi tiga masa yaitu:
1. Masa
Klasik, yang terjadi antara tahun 650-1250 M.
Pada masa ini kemajuan umat
Islam dimulai. Ekspansi ini menimbulkan pertemuan dan persatuan berbagai
bangsa, suku dan bahasa, yang menimbulkan kebudayaan dan peradaban yang baru.
Pada masa ini lahir pula ulama’ mahzab, seperti: Imam Hanafi, Imam
Hambali, Imam Syafi’i, dan Imam Maliki. Sejalan dengan itu lahir pula filosof
muslim pertama, Al-Kindi 801 M. Diantara pemikirannya, ia berpendapat
bahwa kaum Muslimin menerima filsafat sebagai bagian dari kebudayaan Islam.
Selain Al-Kindi, pada abad itu lahir pula filosof besar seperti: Al-Razi
(865 M) dan Al-Farabi (870 M). keduanya dikenal sebagai pembangun agung sistem
filsafat. Pada abad berikutnya, lahir filosof agung Ibnu Miskawaih (930 M).
Pemikirannya yang terkenal tentang pendidikan akhlak. Kemudian Ibn Sina
tahun (1037 M), Ibn Bajjah (1138 M),
Ibn Tufail (1147 M),dan Ibn Rusyd (1126 M).
2. Masa Pertengahan (1250-1800)
Menurut catatan sejarah pemikiran Islam masa
kini, masa pertengahan merupakan
fase kemunduran karena filsafat mulai dijauhkan dari umat Islam sehingga ada
kecenderungan akal dipertentangkan dengan wahyu, iman dengan ilmu, dunia dengan
akhirat. Pengaruhnya masih ada sampai sekarang. Sebagai pemikir muslim
kontemporer sering melontarkan tuduhan pada Al-Ghazali sebagai orang pertama
yang menjauhkan filsafat dari agama. Sebagaimana tertuang dalam tulisannya
“Tahafut al-Falasifah” (Kerancuan Filsafat). Tulisan Al-Ghazali dijawab oleh
Ibnu Rusyd dengan tulisan
Tahafut al-Tahafut (Kerancuan di atas kerancuan).
3. Masa
moderen (1800-sampai sekarang)
Periode ini merupakan masa
kebangkitan umat Islam. Mereka menyadari ketertinggalannya dengan barat. Ini
disebabkan karena umat Islam meninggalkan tradisi klasik, yang kemudian
diadopsi dan dikembangkan oleh barat. Para penguasa, ulama dan intelektual
muslim mulai mencari jalan untuk mengembalikan umat Islam ke zaman kejayaan
yaitu dengan cara:
a. Memurnikan
ajaran Islam dari unsur-unsur yang menjadi penyebab kemunduran umat Islam.
b. Menyerap
pengetahuan barat untuk mengimbangi pengetahuan mereka.
c. Melepaskan
diri dari penjajahan bangsa barat.
Dalam prakteknya tidak
semua alternative diterima oleh umat Islam. Karena dari sisi pemikiran,
realitas yang terjadi adalah umat Islam cenderung menjadi imitator, bahkan
aplikator model barat. Di samping itu dalam konteks pembangunan social politik
dan ekonomi Negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam tidak bisa
lepas dari konteks makro yaitu barat sebagai decisiom maker nya dan yahudi
sebagai pengendalinya. Namun upaya untuk maju akan terus dilakukan oleh umat
Islam.
C. Nilai-Nilai
Islam dalam Budaya Indonesia
Islam masuk ke Indonesia
lengkap dengan kebudayanya. Karena Islam
lahir dan berkembang dari negeri Arab, maka Islam yang masuk ke Indonesia
tidak terlepas dari budaya Arabnya. Agama islam masuk keIndonesia dibawah oleh para pedagang. Mereka
menyebarkan agama islam melalui beberapa cara, contohnya adalah lewat
kebudayaan wayang. Selain itu para da’i mendakwahkan ajaran islam melalui
bahasa budaya, sebagaimana dilakukan oleh para wali di tanah jawa. Karena
kehebatan para wali Allah dalam mengemas ajaran islam dengan bahasa budaya
setempat, sehingga masyarakat tidak sadar bahwa nilai-nilai islam telah masuk
dan menjadi tradisi dalam kehidupan sehari-hari mereka. Lebih jauh lagi bahwa
nilai-nilai islam sudah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
kebudayaan mereka. Seperti dalam upacara-upacara adat dan dalam penggunaan
bahasa sehari-hari. Semua itu tanpa disadari bahwa apa yang dilakukannya
merupakan bagian dari ajaran islam.
Banyak tradisi masyarakat
indonesia yang bernuansa islami, biasanya tradisi tersebut dilaksanakan untuk
memperingati hari besar umat islam, seperti misalnya perayaan sekaten yang
diselenggarakan untuk menyambut maulid nabi, ada juga perayaan yang dimaksudkan
untuk memperingati perjuangan penyebaran ajaran islam seperti perayaan tabuik
di Pariaman (Sumatera Barat) yang diselenggarakan pada tanggal 10
muharam. Peninggalan-peninggalan kebudayaan islam
di Indonesia:
1. 1. Kaligrafi
Kaligrafi adalah salah satu
karya kesenian Islam yang paling penting. Kaligrafi Islam yang muncul di dunia
Arab merupakan perkembangan seni menulis indah dalam huruf Arab yang
disebut khat. Seni kaligrafi yang bernafaskan Islam merupakan
rangkaian dari ayat-ayat suci Al-qur’an. Tulisan tersebut dirangkai sedemikian rupa sehingga
membentuk gambar, misalnya binatang, daun-daunan, bunga atau sulur, tokoh
wayang dan sebagainya. Contoh kaligrafi antara lain yaitu kaligrafi pada batu
nisan, kaligrafi bentuk wayang dari Cirebon dan kaligrafi bentuk hiasan.
2. Kraton
Kraton atau istana dan
terkadang juga disebut puri, merupakan badari kota atau pusat kota dalam
pembangunan. Kraton berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan sebagai tempat
tinggal raja beserta keluarganya. Pada zaman kekuasaan Islam, didirikan cukup
banyak kraton sesuai dengan perkembangan kerajaan Islam. Beberapa contoh kraton
yaitu kraton Cirebon (didirikan oleh Fatahillah atau Syarif Hidayatullah tahun
1636), Istana Raja Gowa (Sulawesi Selatan), Istana Kraton Surakarta, Kraton
Yogyakarta, dan Istana Mangkunegaran.
3. Bentuk Mesjid
Sejak masuk dan
berkembangnya agama Islam di Indonesia banyak mesjid didirikan dan termasuk
mesjid kuno, di antaranya mesjid Demak, mesjid Kudus, mesjid Banten, mesjid
Cirebon, mesjid Ternate, mesjid Angke, dan sebagainya.
4. Seni Pahat
Seni pahat seiring dengan
kaligrafi. Seni pahat atau seni ukir berasal dari Jepara, kota awal
berkembangnya agama Islam di Jawa yang sangat terkenal. Di dinding depan mesjid
Mantingan (Jepara) terdapat seni pahat yang sepintas lalu merupakan pahatan
tanaman yang dalam bahasa seninya disebut gaya arabesk, tetapi jika diteliiti
dengan saksama di dalamnya terdapat pahatan kera. Di Cirebon malahan ada
pahatan harimau. Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa seni pahat di kedua
daerah tersebut (Jepara dan Cirebon), merupakan akulturasi antara budaya Hindu
dengan budaya Islam.
5. Seni Pertunjukan
Di antara seni pertunjukan
yang merupakan seni Islam adalah seni suara dan seni tari. Seni suara merupakan
seni pertunjukan yang berisi salawat Nabi dengan iringan rebana. Dalam
pergelarannya para peserta terdiri atas kaum pria duduk di lantai dengan
membawakan lagu-lagu berisi pujian untuk Nabi Muhammad Saw. yang dibawakan
secara lunak, namun iringan rebananya terasa dominan. Peserta mengenakan
pakaian model Indonesia yang sejalan dengan ajaran Islam, seperti peci, baju
tutup, dan sarung.
Tradisi atau upacara yang
merupakan peninggalan Islam di antaranya ialah Gerebeg Maulud, aqiqah, khitanan, halal bihalal. Perayaan Gerebeg, dilihat dari tujuan
dan waktunya merupakan budaya Islam. Akan tetapi, adanya gunungan ( tumpeng
besar) dan iring-iringan gamelan menunjukkan budaya sebelumnya (Hindu Buddha).
Kenduri Sultan tersebut dikeramatkan oleh penduduk yang yakin bahwa berkahnya
sangat besar, yang menunjukkan bahwa animisme-dinamisme masih ada. Hal ini
dikuatkan lagi dengan adanya upacara pembersihan barang-barang pusaka keraton
seperti senjata (tombak dan keris) dan kereta. Upacara semacam ini masih kita
dapatkan di bekas-bekas kerajaan Islam, seperti di Keraton Cirebon dan Keraton
Surakarta.
7. Karya Sastra
Pengaruh Islam dalam sastra
Melayu tidak langsung dari Arab, tetapi melalui Persia dan India yang dibawa
oleh orang-orang Gujarat. Dengan demikian, sastra Islam yang masuk ke Indonesia
sudah mendapat pangaruh dari Persia dan India. Karya sastra masa Islam banyak
sekali macamnya, antara lain sebagai berikut:
a. Babad,
ialah cerita berlatar belakang sejarah yang lebih banyak di bumbui dengan
dongeng. Contohnya: Babad Tanah Jawi, Babad Demak, Babad Giyanti, dan
sebagainya.
b. Hikayat, ialah karya sastra
yang berupa cerita atau dongeng yang dibuat sebagai sarana pelipur lara atau
pembangkit semangat juang. Contoh, Hikayat Sri Rama, Hikayat Hang Tuah, Hikayat
Amir Hamzah dan sebagainya.
c. Syair,
ialah puisi lama yang tiap-tiap bait terdiri atas empat baris yang berakhir
dengan bunyi yang sama. Contoh: Syair Abdul Muluk, Syair Ken Tambuhan, dan
Gurindam Dua Belas.
d. Suluk,
ialah kitab-kitab yang berisi ajaran Tasawuf, sifatnya pantheistis, yaitu
manusia enyatu dengan Tuhan. Tasawuf juga sering dihubungkan dengan pengertian
suluk yang artinya perjalanan. Alasannya, karena para sufi sering mengembara
dari satu tempat ke tempat lain. Di Indonesia, suluk oleh para ahli tasawuf
dipakai dalam arti karangan prosa maupun puisi. Istilah suluk kadang-kadang
dihubungkan dengan tindakan zikir dan tirakat. Suluk yang terkenal, di
antaranya: Suluk Sukarsah, Suluk Wijil, Suluk Malang Semirang.
Akan tetapi kebudayaan Islam di Indonesia saat ini sangat kurang. Dengan maraknya kebudayaan Barat saat ini yang cenderung merusak moralitas umat, adalah salah satu penyebab rusaknya kebudayaan Islam. Berbagai faktor penyebab pudarnya kebudayaan Islam, menurut Faisal Ismail , adalah karena lemahnya semangat umat Islam "Barangkali yang menjadi penyebab pokok adalah umat Islam kurang menaruh respek terhadap masalah-masalah kebudayaan pada umumnya. Antusias umat Islam terhadap persoalan kultural hampir dapat dikatakan 'nol besar'. Mereka seakan-akan tidak tahu menahu, acuh tak acuh, apatis dan masa bodoh dengan situasi zamannya. Sementara gelombang kultural Barat dalam berbagai bentuknya yang merangsang semakin menyusup dan melanda kota-kota dan daerah-daerah yang mayoritas berpenduduk Islam".
Kebudayaan Islam
sesungguhnya bukan tidak mampu membendung arus kebudayaan Barat tapi kebudayaan lebih pesat
mempengaruhi generasi muda. Kebudayaan Islam dari dulu hingga kini sudah
mempunyai peran yang cukup besar di Indonesia. Adanya pesantren yang
mengajarkan keluhuran moral adalah merupakan sebagian dari contoh
kebudayaan Islam yang terus bertahan. Lewat pengajaran ilmu agama di
pesantren, telah mampu berfungsi sebagai benteng moralitas. Kebudayaan yang
ditampilkan pesantren ini sesungguhnya tidak dapat dianggap
remeh, apalagi dikatakan dengan nol besar.
8. 8. Mesjid Sebagai Pusat Peradaban Islam
Menurut bahasa Arab (etimologi) masjid
berasal dari kata sa-ja-da (سجد) yang artinya bersujud. Kata masjid (مَسْجِد)
adalah isim makan bentukan kata yang
bermakna tempat sujud. Sedangkan masjad (مَسْجَد)
adalah isim zaman yang bermakna waktu
sujud. Yang dimaksud dengan tempat sujud sesungguhnya adalah shalat, namun
kata sujud yang digunakan untuk mewakili shalat, lantaran posisi yang paling
agung dalam shalat adalah posisi bersujud.
Sedangkan menurut istilah (terminologi) adalah sebagai
tempat khusus untuk melakukan aktifitas ibadah dalam arti luas. Ada
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari: 323 ,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أُعْطِيْتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيْرَةَ شَهْرٍ وَ جُعِلَتْ لِي اْلأَرْضُ مَسْجِدًا وَ طَهُوْرًا فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَةُ فَلْيُصَلّ
“Aku diberi lima hal yang tidak diberikan
kepada seorang pun sebelumku: aku dimenangkan dengan perasaan takut yang
menimpa musuhku dengan jarak sebulan perjalanan, bumi dijadikan bagiku sebagai
mesjid dan suci, siapa pun dari umatku yang menjumpai waktu shalat maka
shalatlah….”
Defenisi menurut beberapa ulama
1. An-Nasafi
An-Nasafi menyebutkan di dalam kitab tafsirnya bahwa definisi
masjid adalah :
الْبُيُوتُ الْمَبْنِيَّةُ لِلصَّلاَةِ فِيهَا لِلَّهِ فَهِيَ خَالِصَةٌ لَهُ سُبْحَانَهُ وَلِعِبَادَتِهِ
Artinya : Rumah yang dibangun khusus untuk shalat dan beribadah di
dalamnya kepada Allah.
2. Al-Qadhi Iyadh
Al-Qadhi Iyadh mendefinisikan bahwa masjid adalah :
كُل مَوْضِعٍ يُمْكِنُ أَنْ يُعْبَدَ اللَّهُ فِيهِ وَيُسْجَدَ لَهُ
Artinya : Semua tempat di muka bumi yang memungkinkan untuk
menyembah dan bersujud kepada Allah.
Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah SAW :
جُعِلَتْ لِيَ الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُوْرًا
Artinya : Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahuanhu bahwa
Rasulullah SAW bersabda,”Dan telah dijadikan seluruh permukaan bumi ini sebagai
masjid dan sarana bersuci dari hadats.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam perjalanan sejarah Islam, masjid bukan
sekadar tempat untuk menunaikan ibadah shalat terutama shalat berjamaah, namun
juga berperan dalam menunjang kehidupan umat islam seperti pusat pendidikan dan
musyawarah. Namun pada umumnya masyarakat hanya memahaminya sebagai tempat
ibadah khusus (shalat) saja. Padahal pada saat Nabi Muhammad saw mendirikan
mesjid pertama pada tanggal 12 rabiul awal tahun pertama hijriyah yakni
masjid Quba di madinah, berikutnya masjid nabawi. Nabi
memfungsikannya tidak hanya untuk shalat semata. Namun lebih dari itu fungsi
ibadah, sosial pun menjadi perhatian Nabi. Selain itu pada zaman perang mesjid
dipakai sebagai tempat menyusun rencana oleh Nabi dan para sahabat. Maka dari
itu masjid seperti bukan tempat yang sakral tetapi tempat yang multifungsi.
Sehingga keberadaan masjid pada masa Rasulullah menjadi tempat yang sentral
untuk umat Islam.
Fungsi dan peranan mesjid dari waktu ke waktu
harus terus meluas, seiring dengan laju pertumbuhan dan kepedulian terhadap
peningkatan kualitas umat islam. Karena konsep tentang mesjid sejak masa awal
(zaman Rasulullah) didirikan sampai sekarang tidak akan pernah berubah. Jika
landasan yang digunakan adalah Al-Qur’an dan hadist, maka mesjid yang didirikan
berdasarkan ketakwaan tidak akan pernah berubah dari tujuannya dan berdasarkan landasan
itu kita akan mampu mengontrol kesucian mesjid dari hal-hal yang negatif. Tapi
kenyataan yang ada malah sebaliknya, fungsi masjid sebagai pusat pembinaan
dan pemberdayaan umat Islam telah melemah. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
· keterbatasan
pemahaman muslim terhadap masjid,
· ekomunikasi
jaringan masjid,
· program
masjid kurang menyentuh pemberdayaan umat,
· belum adanya konsep pengembangan percontohan masjid
dan lemahnya sumber daya manusia di masjid.
Selain yang diatas masyarakat islam juga
dipengaruhi oleh kehidupan socialnya apalagi di era globalisasi seperti
sekarang. Padahal mesjid merupakan rumah Allah SWT dan merupakan salah satu
identitas dari umat islam.
Dalam sejarah perkembangan Islam, Masjid
memiliki fungsi yang sangat vital dan dominan bagi kaum Muslimin, di antaranya:
1. Mesjid
pada umumnya dipahami masyarakat sebagai tempat ibadah khusus, seperti sholat.
2. Sebagai
“prasasti” atas berdirinya masyarakat Muslim. Jika dewasa ini bendera sebagai
simbol sebuah Negara yang telah merdeka, maka kaum Muslimin pada tempo dulu
jika berhasil “menaklukkan” sebuah Negara, mereka menandainya dengan membangun
sebuah masjid sebagai pertanda bahwa wilayah tersebut menjadi bagian dari “Negara
Islam” (Shini,T.T:158).
3. Tempat
belajar Al-Qur’an atau pusat pendidikan.
4. Tempat
majelis dan peradilan.
Majelis sering diistilahkan sebagai sebuah forum
tempat kita membicarakan sesuatu. Terkadang majelis itu bermakna sebuah
institusi atau badan, seperti istilah Majelis Ulama. Terkadang majelis itu
merupakan tempat melakukan akad, seperti istilah majelis akad. Terkadang
majelis itu bermakna tempat belajar atau menyampaikan ilmu, seperti istilah
majelis ilmi. Semua majelis itu menjadi baik apabila dilakukan di dalam
masjid, sebagaimana sabda Rasululallah SAW berikut ini :
عَنْ وَاثِلَةَ ض قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ ص: شَرُّ الْمَجَالِسِ الأَسْوَاقُ وَالطُرُقُ وَخَيْرُ المَجَالِسِ المَساجِدُ فَإِنْ لَمْ تَجْلِسْ فيِ المَسْجِدِ فَالزَمْ بَيْتَكَ
Artinya : Dari Watsilah
radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Sejahat-jahat majelis
adalah pasar-pasar dan jalanan-jalanan. Dan sebaik-baik majelis adalah
masjid-masjid. Bila kamu tidak bisa duduk di dalam masjid, maka duduklah di
dalam rumahmu. (HR. Ath-Thabarani)
5. Masjid merupakan
sumber komunikasi dan informasi antar warga masyarakat Islam.
6. Di
zaman Nabi SAW masjid sebagai pusat peradaban.
7. Sebagai
simbol persatuan umat Islam.
8. Sebagai
pusat gerakan.
9. Di Masjid kaum tua-muda Muslim
mengabdikan hidup untuk belajar ilmu-ilmu Islam, mempelajari Al-Qur’an dan
Al-Hadist, kritisme, tafsir, cabang-cabang syariat, sejarah, astronomi,
geografi, tata bahasa, dan sastra arab.
10. Dan fungsi utama mesjid adalah sebagai pusat
pembinaan umat islam.
KEBUDAYAAN MODERN DI INDONESIA
Seperti yang telah kita ketahui,
perkembangan budaya indonesia selalu dalam kondisi yang naik dan turun. Pada
awalnya, Indonesia sangat banyak mempunyai peninggalan budaya dari nenek moyang
kita terdahulu, hal seperti itulah yang harus dibanggakan oleh penduduk
indonesia sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia mengalami masa
penurunan terhadapa sosialisasi budaya bangsa sehingga penduduk kini telah
banyak yang melupakan apa itu budaya Indonesia. Semakin majunya arus
globalisasi rasa cinta terhadap budaya semakin berkurang, dan ini sangat
berdampak tidak baik bagi masyarakat asli Indonesia. Terlalu banyaknya
kehidupan asing yang masuk ke Indonesia, masyarakat kini telah berkembang
menjadi masyarakat modern.
Hal ini yang
menyebabkan kebudayaan bangsa Indonesia banyak yang diambil oleh pihak lain,
berikut merupakan data beberapa budaya Indonesia yang diklaim oleh pihak lain:
batik dari Jawa oleh Adidas, Naskah kuno dari Riau oleh pemerintah Malaysia,
Naskah kuno dari Sumatera barat oleh pemerintah Malaysia, Naskah kuno dari
Sulawesi selatan oleh pemerintah Malaysia, Naskah kuno dari Sulawesi Tenggara
oleh pemerintah Malaysia, rendang dari Sumatera Barat oleh Oknum WN Malaysia,
Sambal bajak dari Jawa tengah oleh oknum WN Belanda, Sambal petai dari Riau
oleh oknum WN Belanda, tempe dari Jawa oleh beberapa perusahaan asing, lagu
rasa sayange dari Maluku oleh pemerintah Malaysia, Tari reog ponorogo dari Jawa
Timur oleh pemerintah Malaysia, Lagu soleram dari Riau oleh pemerintah
Malaysia, Lagu injit-injit semut dari Jambi oleh pemerintah Malaysia, Alat
musik gamelan dari Jawa oleh pemerintah Malaysia, Tari kuda lumping dari Jawa
Timur oleh pemerintah Malaysia, tari piring dari Sumatera barat oleh pemerintah
Malaysia, Lagu kakak tua dari Maluku oleh pemerintah Malaysia, Lagu anak
kambing saya dari Nusa Tenggara oleh pemerintah Malaysia, Kursi taman dengan
ornamen ukir khas Jepara Jawa Tengah oleh oknum WN Perancis, Pigura dengan
ornamen ukir khas Jepara dari jawa Tengan oleh oknum WN Inggris, Motif batik
perang dari Yogyakarta oleh pemerintah Malaysia, Desain kerajinan perak desak
Suwarti dari Bali oleh oknum WN Amerika, Produk berbahan rempah-rempah dan
tanaman obat asli Indonesia oleh Shiseido Co. Ltd, Badik tumbuk lada oleh
pemerintah Malaysia, kopi gayo dari Aceh oleh perusahaan multinasional (MNC)
Belanda, kopi toraja dari Sulawesi Selatan oleh perusahaan Jepang, Musik indang
sungai garinggiang dari Sumatera Barat oleh Malaysia, Kain ulos oleh Malaysia,
alat musik angklung oleh pemerintah Malaysia, Lagu jali-jali oleh pemerintah
Malaysia, dan tari pendet dari Bali oleh pemerintah Malaysia.
Melihat data yang ada diatas
kita seharusnya merasa miris melihatnya, karena begitu banyak budaya kita yang
diklaim oleh pihak lain. Masyarakat Indonesia sendiri kurang memperhatikan
bagian dari budaya Indonesia. dan diharapkan untuk masyarakat Indonesia lebih
memperhatikan bagian dari peninggalan budaya Indonesia. dan sekarang akan
diupayakan oleh pemerintah agar mendidik anak-anak muda untuk perduli terhadap
hal tersebut, dan lebih mengenalkan dari dini sikap akan pentingnya pengetahuan
budaya Indonesia.
Dinamika sosial dan
kebudayaan selalu melanda semua bangsa dan negara di dunia demikian pula tidak
terkecuali melanda masyarakat Indonesia, walaupun luas permasalahan dan tingkat
permasalahan itu berbeda-beda. Demikian pula masyarakat dan kebudayaan
Indonesia pernah berkembang dengan pesatnya di masa lampau, walaupun perkembangannya
dewasa ini bisa dikatakan lebih tertinggal apabila dibandingkan dengan
perkembangan di negera maju lainnya. Bagaimanapun masalah yang dihadapi,
masyarakat dan kebudayaan Indonesia yang beranekaragam itu tidak pernah
mengalami kondisi kehilangan kebudayaan sebagai perwujudan tanggapan aktif
masyarakat terhadap tantangan yang timbul akibat perubahan lingkungan dalam
arti luas maupun pergantian generasi.
Ada
sejumlah kekuatan yang mendorong terjadinya perkembangan sosial budaya
masyarakat Indonesia. Secara umum ada dua kekuatan yang menyebabkan timbulnya
perubahan sosial, hal yang pertama adalah kekuatan dari dalam masyarakat
sendiri (internal factor), seperti pergantian generasi dan berbagai penemuan
dan rekayasa setempat. Hal kedua, adalah kekuatan dari luar masyarakat
(external factor), seperti pengaruh kontak-kontak antar budaya (culture
contact) secara langsung maupun persebaran (unsur) kebudayaan serta perubahan
lingkungan hidup yang pada gilirannya dapat memacu perkembangan sosial dan
kebudayaan masyarakat yang harus menata kembali kehidupan mereka .
Seberapa cepat
atau lambatnya perkembangan sosial budaya yang melanda, dan faktor apapun
penyebabnya, setiap perubahan yang terjadi akan menimbulkan reaksi pro dan
kontra terhadap masyarakat atau bangsa yang bersangkutan. Besar kecilnya reaksi
pro dan kontra itu dapat mengancam kemapanan dan bahkan dapat pula menimbulkan
disintegrasi sosial terutama dalam masyarakat majemuk dengan multi kultur
seperti Indonesia.
A. Perkembangan Kebudayaan
Indonesia
Berbicara tentang kebudayaan Indonesia yang ada dibayangan kita adalah sebuah
budaya yang sangat beraneka ragam. Bagaimana tidak, Indonesia merupakan negara
kepulauan terbesar di dunia, hal inilah yang menyebabkan Indonesia memiliki
kebudayaan yang beraneka ragam.
Kebudayaan
dapat didefinisikan sebagai suatu keseluruhan pengetahuan manusia sebagai
makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan
dan pengalamannya, serta menjadi pedoman bagi tingkah lakunya. Suatu kebudayaan
merupakan milik bersama anggota suatu masyarakat atau suatu golongan sosial,
yang penyebarannya kepada anggota-anggotanya dan pewarisannya kepada generasi
berikutnya dilakukan melalui proses belajar dan dengan menggunakan
simbol-simbol yang terwujud dalam bentuk yang terucapkan maupun yang tidak
(termasuk juga berbagai peralatan yang dibuat oleh manusia). Dengan demikian,
setiap anggota masyarakat mempunyai suatu pengetahuan mengenai kebudayaannya
tersebut yang dapat tidak sama dengan anggota-anggota lainnya, disebabkan oleh
pengalaman dan proses belajar yang berbeda dan karena lingkungan-lingkungan
yang mereka hadapi tidak selamanya sama.
Kebudayaan yang dimiliki oleh suatu bangsa merupakan keseluruhan hasil cipta,
karsa, dan karya manusia. Indonesia sendiri sebagai Negara kepulauan dikenal
dengan keberagaman budayanya, yang mana keanekaragaman itulah menunjukkan
betapa pentingnya aspek kebudayaan bagi suatu Negara. Karena jelas bahwa
kebudayaan adalah suatu identitas dan jati diri bagi suatu bangsa dan Negara.
Proses perkembangan budaya dapat terjadi melalui penetrasi. penetrasi kebudayaan adalah masuknya pengaruh suatu
kebudayaan ke kebudayaan lainnya. Penetrasi kebudayaan dapat terjadi dengan dua
cara:
a) Penetrasi
damai (penetration pasifique)
Penetrasi damai merupakan proses masuknya sebuah
kebudayaan dengan jalan damai. Misalnya, masuknya pengaruh kebudayaan Hindu dan
Islam ke Indonesia. Contoh lainnya seperti kebudayaan Tionghoa, kebudayaan
India dan kebudayaan Arab. Kebudayaan India masuk melalui proses yang damai
yaitu melalui penyebaran agama Hindu dan Buddha di Nusantara yang jauh sebelum
Indonesia terbentuk. Kerajaan-kerajaan yang bernafaskan agama Hindu dan Budha
sempat mendominasi Nusantara pada abad ke-5 Masehi ditandai dengan berdirinya
kerajaan tertua di Nusantara, Kutai, sampai pada penghujung abad ke-15 Masehi.
Kebudayaan Tionghoa masuk dan mempengaruhi kebudayaan Indonesia karena interaksi perdagangan yang intensif antara pedagang-pedagang Tionghoa dan Nusantara (Sriwijaya). Selain itu, banyak pula yang masuk bersama perantau-perantau Tionghoa yang datang dari daerah selatan Tiongkok dan menetap di Nusantara. Mereka menetap dan menikahi penduduk lokal menghasilkan perpaduan kebudayaan Tionghoa dan lokal yang unik. Kebudayaan seperti inilah yang kemudian menjadi salah satu akar daripada kebudayaan lokal modern di Indonesia semisal kebudayaan Jawa dan Betawi.
Penerimaan kedua macam kebudayaan
tersebut tidak mengakibatkan konflik, tetapi memperkaya khasanah budaya
masyarakat setempat. Pengaruh kedua kebudayaan ini pun tidak mengakibatkan
hilangnya unsur-unsur asli budaya masyarakat.
Penyebaran kebudayaan secara damai
akan menghasilkan Akulturasi, Asimilasi, atau Sintesis.
Akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru
tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli. Contohnya, bentuk bangunan Candi
Borobudur yang merupakan perpaduan antara kebudayaan asli Indonesia dan
kebudayaan India. Asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan sehingga
membentuk kebudayaan baru. Sedangkan Sintesis adalah bercampurnya dua
kebudayaan yang berakibat pada terbentuknya sebuah kebudayaan baru yang sangat
berbeda dengan kebudayaan asli.
b) Penetrasi
kekerasan (penetration violante)
Masuknya sebuah kebudayaan
dengan cara memaksa dan merusak. Contohnya, masuknya kebudayaan Barat ke
Indonesia pada zaman penjajahan disertai dengan kekerasan sehingga menimbulkan
goncangan-goncangan yang merusak keseimbangan dalam masyarakat. Wujud budaya
dunia barat antara lain adalah budaya dari Belanda yang menjajah selama 350
tahun lamanya. Budaya warisan Belanda masih melekat di Indonesia antara lain
pada sistem pemerintahan Indonesia.
Secara garis besar kebudayaan
Indonesia dapat kita klasifikasikan dalam dua kelompok besar. Yaitu Kebudayaan
Indonesia Klasik dan Kebudayaan Indonesia Modern. Para ahli kebudayaan telah
mengkaji dengan sangat cermat akan kebudayaan klasik ini. Mereka memulai dengan
pengkajian kebudayaan yang telah ditelurkan oleh kerajaan-kerajaan di
Indonesia. Sebagai layaknya seorang pengkaji yang obyektif, mereka mengkaji
dengan tanpa melihat dimensi-dimensi yang ada dalam kerajaan tersebut. Mereka
mempelajari semua dimensi tanpa ada yang dikesampingkan. Adapun dimensi yang
sering ada adalah seperti agama, tarian, nyanyian, wayang kulit, lukisan,
patung, seni ukir, dan hasil cipta lainnya.
Beberapa pengamat mengatakan
bahwa perkembangan kebudayaan Indonesia khususnya kebudayaan modern dimulai
sejak bangsa Indonesia merdeka. Bentuk dari deklarasi ini menjadikan bangsa
Indonesia tidak dalam pengaruh dan tekanan bangsa lain dengan budayanya. Dari
sini bangsa Indonesia mampu menciptakan rasa dan karsa yang lebih sempurna
sehingga mulailah berkembang kebudayaan modern bangsa Indonesia.
Dalam perkembangan kebudayaan bangsa
Indonesia ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi berkembangnya sebuah
kebudayaan diantaranya adalah faktor pengaruh budaya dari luar, apabila budaya
asli ini tidak dapat mempertahankan eksistensinya maka budaya asli yang ada
akan tergusur dan tergantikan dengan budaya asing yang baru tersebut. Pada saat
ini kita semua dapat melihat bahwa bangsa Indonesia dalam situasi yang
mengkhawatirkan, karena banyak sekali budaya asing yang masuk dan tidak
tersaring sehingga mempengaruhi kebudayaan asli bangsa Indonesia.
Kondisi sosial budaya Indonesia saat ini adalah sebagai berikut :
1. Bahasa
Dapat kita ketahui bahwa sampai saat Indonesia masih konsisten dan tetap berpegang teguh dalam satu bahasa yaitu bahasa Indonesia.
Sedangkan bahasa-bahasa daerah merupakan kekayaan plural yang dimiliki bangsa
Indonesia sejak jaman nenek moyang kita. Bahasa merupakan salah satu unsur
budaya yang terbentuk karena adanya komunikasi antara manusia Indonesia. Bahasa asing (Inggris, mandarin, dan lan sebagainya) belum terlihat begitu dinminati dalam
penggunaan sehari-hari, hanya mungkin pada acara saat seminar, atau kegiatan ceramah formal diselingi dengan bahasa Inggris sekedar untuk menyampaikan kepada penonton kalau penceramah mengerti akan bahasa Inggris.
2. Sistem teknologi
Tidak bisa kita pungkiri bahwa perkembangan teknologi menjadi salah satu factor
yang mempengaruhi perkembangan kebudayaan Indonesia. Perkembangan yang sangat terlihat adalah teknologi informatika. Dengan perkembangan teknologi ini tidak
ada lagi batas waktu dan negara pada saat ini, apapun kejadiannya di satu
negara dapat langsung dilihat di negara lain melalui televisi, internet atau
sarana lain dalam bidang informatika. Sehingga, budaya-budaya luar
mampu menyusup kedalam budaya asli Indonesia itu sendiri.
3. Sistem mata pencarian hidup masyarakat atau ekonomi masyarakat.
Kondisi perekonomian Indonesia
saat ini masih dalam situasi krisis, yang diakibatkan oleh tidak kuatnya
fundamental ekonomi pada era orde baru. Kemajuan perekonomian pada waktu itu
hanya merupakan fatamorgana, karena adanya utang jangka pendek dari investor
asing yang menopang perekonomian Indonesia.
4. Organisasi Sosial.
Bermunculannya organisasi sosial yang
berkedok pada agama (FPI, JI, MMI, Organisasi Aliran Islam/Mahdi), Etnis (FBR,
Laskar Melayu) dan Ras.
5. Sistem Pengetahuan.
Dengan adanya LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia) diharapkan perkembangan pengetahuan Indonesia akan terus berkembang
sejalan dengan era globalisasi.
6. Kesenian.
Dominasi
kesenian saat ini adalah seni suara dan seni akting (film, sinetron). Seni tari
yang dulu hampir setiap hari dapat kita saksikan sekarang sudah mulai pudar,
apalagi seni yang berbau kedaerahan. Kejayaan kembali wayang kulit pada tahun
1995 – 1996 yang dapat kita nikmati setiap malam minggu, sekarang sudah tidak
ada lagi. Seni lawak model Srimulat sudah tergeser dengan model Overa Van Java,
Pesbuker, dan lain-lain. Untuk kesenian nampaknya paling
dinamis perkembangannya. Namun akibat perkembangan budaya yang sangat pesat
menyebabkan banyak masyarakat Indonesia yang mulai melupakan kesenian asli
bangsa Indonesia dan akhirnya banyak kesenian Indonesia yang diakui oleh pihak
lain.
7. Sedang menghadapi suatu
pergeseran-pergeseran budaya. Hal ini mungkin
dapat dipahami mengingat derasnya arus globalisasi
yang membawa berbagai budaya baru serta ketidakmampuan kita dalam membendung
serangan itu dan mempertahankan budaya dasar kita.
B. Kondisi Kebudayaan Bangsa Indonesia di Era
Globalisasi
Kata
globalisasi berasal dari “global” dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,
berarti secara keseluruhun. Globalisasi berarti suatu
proses yang mencakup keseluruhan dalam berbagai bidang kehidupan sehingga tidak
nampak lagi adanya batas-batas yang mengikat secara nyata.
Berbicara globalisasi dalam kebudayaan, yang terlintas adalah seberapa cepat
globalisasi itu dapat berkembang dimana hal ini yang tentunya dipengaruhi oleh
adanya kecepatan dan kemudahan dalam memperoleh akses komunikasi dan informasi
dalam segala aspek kehidupan. Namun, hal ini justru malah akan menjadi bumerang
tersendiri dan menjadi suatu masalah yang paling membahayakan atau penting
dalam globalisasi, yaitu kenyataan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dikuasai
oleh negara-negara maju, bukan negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Mereka yang memiliki dan mampu menggerakkan komunikasi internasional justru
negara-negara maju. Akibatnya, negara-negara berkembang seperti Indonesia
selalu khawatir akan tertinggal dalam arus globalisasi dalam berbagai bidang
seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, termasuk kesenian kita. Wacana
globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu mengubah dunia secara mendasar.
Komunikasi dan transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas
budaya setiap bangsa. Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada
globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara
menyeluruh. Simon Kimoni, sosiolog asal Kenya mengatakan bahwa globalisasi
dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai
budaya. Dalam proses alami ini,setiap bangsa akan berusaha menyesuaikan budaya
mereka dengan perkembangan baru sehingga mereka dapat melanjutkan kehidupan dan
menghindari kehancuran.
Indonesia merupakan negara
yang dapat dikatakan sebagai negara yang kaya akan budayanya, dengan memiliki
keragaman yang cukup bervariasi, dapat digunakan sebagai penambah indahnya
khasanah sebuah negara. Namun, Indonesia harus tetap mampu mempertahankan
eksistensi kebudayaannya. Apabila diulang kembali berbagai peristiwa yang terjadi,
banyak kebudayaan Indonesia yang telah dirampas oleh negara-negara lain. Hal
ini dapat membuktikan dengan jelas bahwa belum adanya kekuatan hukum yang kuat
yang dimiliki oleh bangsa Indonesia tentang kebudayaannya. Sehingga akan
menyebabkan kemudahan bagi bangsa lain untuk mengambil dan mengakuinya.
Bukan hanya itu saja, kemajuan teknologi informasi pada masa sekarang ini telah
cepatnya merubah kebudayaan Indonesia menjadi kian merosot. Sehingga
menimbulkan berbagai opini yang tidak jelas, yang nantinya akan melahirkan
sebuah kebingungan di tengah-tengah berbagai perubahan yang berlangsung begitu
rumitnya dan membuat pusing bagi masyarakatnya sendiri.
Dan yang lebih
memprihatinkan lagi, banyak kesenian dan bahasa Nusantara yang dianggap sebagai
ekspresi dari bangsa Indonesia akan terancam mati. Sejumlah warisan budaya yang
ditinggalkan oleh nenek moyang sendiri telah hilang entah kemana. Padahal
warisan budaya tersebut memiliki nilai tinggi dalam membantu keterpurukan
bangsa Indonesia pada jaman sekarang.
Sungguh ironis
memang apabila ditelaah lebih jauh lagi. Akan tetapi, kita tidak hanya mengeluh
dan menonton saja. Sebagai warga negara yang baik, mesti mampu menerapkan dan
memberikan contoh kepada anak cucu nantinya, agar kebudayaan yang telah
diwariskan secara turun temurun akan tetap ada dan senantiasa menjadi salah
satu harta berharga milik bangsa Indonesia yang tidak akan pernah punah.
Globalisasi juga
memberikan dampak bagi kebudayaan Indonesia, Arus globalisasi saat ini
telah menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan budaya bangsa Indonesia.
Derasnya arus informasi dan telekomunikasi ternyata menimbulkan sebuah
kecenderungan yang mengarah terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya.
Perkembangan 3T (Transportasi,Telekomunikasi,danTeknologi)
mengakibatkan berkurangnya keinginan untuk melestarikan budaya
negeri sendiri.
Budaya Indonesia yang dulunya ramah-tamah, gotong royong dan sopan berganti
dengan budaya barat, misalnya pergaulan bebas. Bahkan bila kita tinjau Tapanuli
(Sumatera Utara) misalnya, dua puluh tahun yang lalu, anak-anak remajanya masih
banyak yang berminat untuk belajar tari tor-tor dan tagading (alat musik
batak). Hampir setiap minggu dan dalam acara ritual kehidupan, remaja di sana
selalu diundang pentas sebagai hiburan budaya yang meriah. Namun saat ini,
ketika teknologi semakin maju, ironisnya kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut
semakin lenyap di masyarakat, bahkan hanya dapat disaksikan di televisi dan
Taman Mini Indonesi Indah (TMII). Padahal kebudayaan-kebudayaan daerah
tersebut,bila dikelola dengan baik selain dapat menjadi pariwisata budaya yang
menghasilkan pendapatan untuk pemerintah baik pusat maupun daerah, juga dapat
menjadi lahan pekerjaan yang menjanjikan bagi masyarakat sekitarnya.
Hal lain yang merupakan pengaruh globalisasi adalah dalam pemakaian bahasa
Indonesia yang baik dan benar (bahasa juga salah satu budaya bangsa). Sudah
lazim di Indonesia untuk menyebut orang kedua tunggal dengan Bapak, Ibu, Pak,
Bu, Saudara, Anda dibandingkan dengan kau atau kamu sebagai pertimbangan nilai
rasa. Sekarang ada kecenderungan di kalangan anak muda yang lebih suka
menggunakan bahasa Indonesia dialek Jakarta seperti penyebutan kata gue (saya)
dan lu (kamu). Selain itu kita sering dengar anak muda menggunakan bahasa
Indonesia dengan dicampur-campur bahasa inggris seperti OK, No problem dan
Yes’, bahkan kata-kata makian (umpatan) sekalipun yang sering kita dengar di
film-film barat, sering diucapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kata-kata ini
disebarkan melalui media TV dalam film-film, iklan dan sinetron bersamaan
dengan disebarkannya gaya hidup dan fashion. Gaya berpakaian remaja Indonesia
yang dulunya menjunjung tinggi norma kesopanan telah berubah mengikuti perkembangan
jaman. Ada kecenderungan bagi remaja putri di kota-kota besar memakai pakaian
minim dan ketat yang memamerkan bagian tubuh tertentu. Budaya perpakaian minim
ini dianut dari film-film dan majalah-majalah luar negeri yang
ditransformasikan ke dalam sinetron-sinetron Indonesia.
Derasnya
arus informasi yang juga ditandai dengan hadirnya internet turut serta
menyumbang bagi perubahan cara berpakaian. Pakaian mini dan ketat telah menjadi
trend di lingkungan anak muda. Salah satu keberhasilan penyebaran kebudayaan
Barat ialah meluasnya anggapan bahwa ilmu dan teknologi yang berkembang di
Barat merupakan suatu yang universal. Masuknya budaya barat (dalam kemasan ilmu
dan teknologi) diterima dengan baik. Pada sisi inilah globalisasi telah
merasuki berbagai sistem nilai sosial dan budaya Timur (termasuk Indonesia)
sehingga terbuka pula konflik nilai antara teknologi dan nilai-nilai ketimuran.
Perkembangan
keubudayaan Indonesia yang dari masa kerajaan sampai era globalisasi ini
memberikan beberapa dampak bagi masyarakat. Kebudayaan Indonesia adalah
serangkaian gagasan dan pengetahuan yang telah diterima oleh
masyarakat-masyarakat Indonesia (yang multietnis) itu sebagai pedoman
bertingkah laku dan menghasilkan produk-produk kebudayaan itu sendiri. Hanya
persoalannya, ide-ide dan pengetahuan masyarakat-masyarakat Indonesia juga
mengalami perubahan-perubahan, baik karena faktor internal maupun eksternal.
Berikut dampak kebudayaan Indonesia bagi masyarakat, antara lain:
a) Pengaruh Positif dapat
berupa :
1. Peningkatan dalam bidang sistem teknologi, Ilmu
Pengetahuan, dan ekonomi.
2. Terjadinya pergeseran struktur kekuasaan dari
otokrasi menjadi oligarki.
3. Mempercepat terwujudnya pemerintahan yang
demokratis dan masyarakat madani dalam skala global.
4. Tidak mengurangi ruang gerak pemerintah dalam kebijakan ekonomi
guna mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
5. Tidak berseberangan dengan desentralisasi.
6. Bukan penyebab krisis ekonomi.
b) Pengaruh Negatif
1. Menimbulkan perubahan dalam gaya hidup, yang
mengarah kepada masyarakat yang konsumtif komersial. Masyarakat akan minder
apabila tidak menggunakan pakaian yang bermerk (merk terkenal).
2 Terjadinya kesenjangan budaya. Dengan munculnya dua
kecenderungan yang kontradiktif. Kelompok yang mempertahankan tradisi dan
sejarah sebagai sesuatu yang sakral dan penting (romantisme tradisi). Dan
kelompok ke dua, yang melihat tradisi sebagai produk masa lalu yang hanya layak
disimpan dalam etalase sejarah untuk dikenang (dekonstruksi
tradisi/disconecting of culture).
3. Sebagai sarana kompetisi yang menghancurkan. Proses
globalisasi tidak hanya memperlemah posisi negara melainka juga akan
mengakibatkan kompetisi yang saling menghancurkan.
4. Sebagai pembunuh pekerjaan. Sebagai akibat
kemajuan teknologi dan pengurangan biaya per unit produksi, maka output
mengalami peningkatan drastis sedangkan jumlah pekerjaan berkurang secara
tajam.
5. Sebagai imperialisme budaya. Proses globalisasi membawa serta
budaya barat, serta kecenderungan melecehkan nilai-nilai budaya tradisional.
6 Globalisasi merupakan kompor bagi munculnya gerakan-gerakan
neo-nasionalis dan fundamentalis.. Proses globalisasi yang ganas telah
melahirkan sedikit pemenang dan banyak pecundang, baik pada level individu,
perusahaan maupun negara. Negara-negara yang harga dirinya diinjak-injak oleh
negara-negara adi kuasa maka proses globalisasi yang merugikan ini merupakan
atmosfer yang subur bagi tumbuhnya gerakan-gerakan populisme, nasionalisme dan
fundamentalisme.
7. Malu menggunakan budaya asli Indonesia karena telah
maraknya budaya asing yang berada di wilayah Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Mukti, Agama-Agama
di Dunia (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988), h. 94.
Hadiwijon
Widyadharma Maha
Pandita S., Agama Buddha dan Perkembangnnya di Indonesia(Jakarta:
PC. MAPANBUDHI TANGERANG, 1982), h. 7-8.
Widyadharma Maha
Pandita S., Agama Buddha dan Perkembangnnya di Indonesia,h. 8, Agama
Hindu-Buddha di Indonesia.
,
persamaandanperbedaan hindu india, bali dan jawa.
[1]Mukti
Ali, Agama-Agama di Dunia (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga
Press, 1988), h. 94.
[2][2]Dr. Harun
Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha (Jakarta: PT BPK Gunung
Mulia, 1987), h. 83
[5]Maha Pandita S.
Widyadharma, Agama Buddha dan Perkembangnnya di Indonesia (Jakarta:
PC. MAPANBUDHI TANGERANG, 1982), h. 7-8.
[6]Maha Pandita S. Widyadharma, Agama Buddha dan
Perkembangnnya di Indonesia, h. 8Asit, Aan. 2013. “ sejarah kebudayaan
islam Indonesia”. Sejarahislam1.blogspot.co.id.
Mawahib, Muhammad Zainal. “mengembalikan
mesjid sebagai pusat peradaban”. www.kompasiana.com/zainal_mawahib.
Salleang, Usman, dkk. 2013. Pengembangan
kepribadian pendidikan agama islam. : Makassar. http://id.wikipedia.org/wiki/budaya.
--------------------. 2014. Pendidikan
agama islam. Badan penerbit UNM: Makassar .
Ismail, Faisal. 1996. Paradigma Kebudayaan Islam.Titian
Ilahi Pers: Yogyakarta
Budiono Kusumohamodjojo. 2000. Kebhinekaan
Masyarakat Indonesia. Jakarta:
Grasindo.
· Burhanudin
Salam. 1997. Etika Sosial: Asas Moral dalam Kehidupan Manusia.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
· Harimanto, Winarno.2009. Ilmu Sosial
Budaya Dasar. Jakarta : Bumi Aksara.
· Syukur, Abdul et al. 2005. Ensiklopedia
Umum Untuk Pelajar. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.
· Staf
Ensiklopedia Nasional Indonesia. 1989. Ensiklopedia Nasional
Indonesia. Jakarta: Cipta Adi
Pustaka.
· Tim Dosen ISBD. 2012. Ilmu Sosial Budaya
Dasar. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta
Daftar Sumber Internet:
· http://debyadjjah.academia.com/2010/03/01/perkembangan-budaya-di-indonesia-saat-ini/05
Desember 2012
Komentar
Posting Komentar