jurnal- Hidrogeologi sub Das Cikapundung



Hidrogeologi dan Potensi Resapan Air tanah Sub Das Cikapundung Bagian Tengah

Herlangga Agus Rino P


ABSTRACT     Cikapundung watershed is one  of sub watershed of Citarum River, which has a function as the main drainage in Bandung City. Cikapundung watershed still has the fresh water supply potential, but the present condition shows that the stream flow has decrease until 20 – 30% of the normal stream flow. The hydrogeology condition of the area shows that the ground water system is generally composed of an unconfined aquifer and some small part of leaky aquifer system. The lithology of the aquifers is composed of volcanic breccias and sandy tuff. The aquifer of the research area is predicted to be a non potential aquifer. Based on  the research results, the extent of natural recharge area, which is studied from the soil conditions, morphology, lithology, and natural discharge region, is the area of 6 millions m2, or 36 percent from all of the research area. The amount of groundwater storage based on the water balance calculation is 4.3 millions m/year or 12 percent from all of the rainfall. If it is assumed that the research area is on its natural condition, the amount of groundwater storage is 6.2 millions m/year. This condition shows that the area of groundwater recharge has been altered. The amount of water recharge to the groundwater storage in the research area only contributes 2 percent of the groundwater storage demand in Bandung basin.

Keywords : Hydrogeology, natural recharge, groundwater storage



ABSTRAK DAS Cikapundung adalah salah satu bagian dari sub DAS Citarum yang berfungsi sebagai drainase utama di pusat kota Bandung. Walaupun masih sangat potensial bagi penyediaan air baku untuk kebutuhan penduduk, namun kini debit bulanannya telah menurun hingga 20-30% dari debit normal. Kondisi hidrogeologi di daerah penelitian menunjukkan sistem airtanah yang terdiri dari akuifer bebas dan sebagian kecil akuifer setengah tertekan. Litologi penyusun akuifer pada daerah penelitian berupa breksi vulkanik dan batu pasir tufaan. Akuifer yang terdapat pada daerah penelitian diduga bukan merupakan akuifer yang potensial. Berdasarkan hasil penelitian maka daerah resapan alamiah ditinjau dari kondisi tanah, kemiringan lereng, litologi, dan daerah luahan memiliki luas 6 juta m2, atau 36% dari total luas daerah penelitian. Jumlah air yang menjadi cadangan airtanah berdasarkan perhitungan neraca air adalah sebesar 4,3 juta m3/tahun atau 12% dari total curah hujan yang masuk, dan sebesar 6,2 juta m3/tahun jika diasumsikan daerah penelitan berada pada kondisi alamiahnya. Hal ini menunjukkan luas daerah resapan airtanah yang ada sekarang sudah mengalami perubahan. Jumlah air yang meresap dan menjadi cadangan airtanah pada daerah penelitian hanya memberikan kontribusi sebesar 2% dari total kebutuhan cadangan airtanah di cekungan Bandung.

Kata kunci : Hidrogeologi, resapan alamiah, cadangan air tanah
 

PENDAHULUAN

Beberapa tahun terakhir pembangunan pemu- kiman, industri, perdagangan dan pariwisata di wilayah Bandung dan sekitarnya telah mengalami pertumbuhan yang relatif pesat. Di satu sisi pembangunan tersebut membutuhkan ketersediaan sumberdaya alam seperti lahan dan air, sementara disisi lain ketersediaan lahan dan air umumnya terbatas baik dalam jumlah dan sebarannya. Kedua sisi ini sering menimbulkan konflik dalam pemanfaatannya (Asdak,2004).
Daerah aliran sungai Cikapundung adalah salah satu sub DAS Citarum merupakan sungai yang berfungsi sebagai drainase utama di pusat kota Bandung. Hingga saat ini sub DAS Cikapundung masih sangat potensial bagi penyediaan air baku untuk kebutuhan penduduk, namun kini debit bulanannya turun hingga 20- 30% dari debit normal.
Dengan latar belakang permasalahan yang diuraikan diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi hidrogeologi, nilai neraca air dan menentukan daerah resapan alamiah di daerah penelitian yang berkaitan dengan potensi resapan airtanah pada kondisi aktual.

DAERAH PENELITIAN

Wilayah penelitian berada diantara koordinat 787500-794500 E, 9238000-9244000 N. Secara
administratif wilayah penelitian masuk kedalam Kotamadya Bandung dan Kabupaten Bandung Barat. Kotamadya Bandung meliputi 2 Kecamatan (Kecamatan Coblong dan Kecamatan Cidadap) dan Kabupaten Bandung Barat  meliputi satu kecamatan (Kecamatan Lembang). Wilayah penelitian merupakan daerah tangkapan sungai Cikapundung. Dimana sebelah utara dibatasi oleh daerah sesar Lembang dan sebelah Selatan dibatasi oleh stasiun pengamatan debit sungai Cikapundung di daerah Gandok.

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem airtanah di sub DAS Cikapundung sangat kompleks, karena memiliki litologi, akuifer serta relasi sungai dan airtanah yang kompleks. Formasi geologi merupakan dasar dari setiap Daerah Aliran Sungai. Daerah resapan alamiah adalah daerah yang memiliki kemampuan meresapkan air ke bawah permukaan menjadi airtanah dan tersimpan sebagai cadangan airtanah untuk daerah di bawahnya. Daerah resapan alamiah pada penelitian ini ditinjau dari kondisi tanah, kemiringan lereng dan kondisi litologi. Sedangkan perhitungan daerah resapan potensial ditinjau dari analisa luahan alamiah dan analisa perubahan tataguna lahan (Sudarto, 2000).
Menurut Lindsley (1978) seluruh aliran airtanah dalam suatu DAS yang besar akan keluar sebagai baseflow bersama-sama dengan limpasan air permukaan (surface runoff). Dalam sub DAS (daerah yang lebih kecil) pergerakan airtanah dapat mengisi atau diisi oleh air sungai (transitory).
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya di DAS Cikapundung adalah:
1.    Robert Delinom (1991) meneliti tentang kondisi hidrologi DAS Cikapundung hulu dan kemampuannya menyediaan air baku untuk masyarakat di cekungan Bandung.
2.    Deny Juanda dan Rahmat Fajar Lubis (2006) meneliti tentang kategori interaksi hidrodinamika air sungai dengan airtanah pada DAS Cikapundung.
3.    Rahmat Fajar Lubis (2000) meneliti tentang relasi geometri dan hidrodinamika air sungai
– airtanah di sungai Cikapundung.
Berdasarkan studi literatur para  peneliti terdahulu dapat diketahui bahwa belum ada penelitian resapan airtanah secara detail pada DAS Cikapundung hulu dan hasil tulisan ini dapat dikorelasikan dengan hasil penelitian sebelumnya.

METODA

Tahapan awal adalah melakukan studi literatur terhadap penelitian terdahulu, dilanjutkan pengambilan data primer dan sekunder. Data primer meliputi data geologi, uji infiltrasi dan konduktitas hidraulik sedangkan data sekunder meliputi data klimatologi, data curah hujan dan data debit. Tahap selanjutnya adalah kompilasi dan pengolahan data menggunakan sofware MS. Excell 2003 dan Map Info 7.0.
Konsep dasar yang dipakai dalam melihat perubahan hidrologi adalah dengan mempelajari siklus hidrologi. Dalam siklus hidrologi, penjelasan mengenai hubungan antara aliran ke dalam (inflow) dan aliran keluar (outflow) di suatu daerah untuk suatu perioda tertentu disebut neraca air atau keseimbangan air (water balance). Perhitungan neraca air dilakukan


dalam kurun waktu 1 tahun, yakni kurun waktu antara tahun 2003 – 2004. Daerah resapan alamiah dilihat dari faktor kondisi tanah, kemiringan lereng, litologi, dan daerah luahan. Kondisi Hidrogeologi yang dibahas adalah sistem airtanah dan hubungan antara sistem airtanah dengan air pemukaan.
Asumsi yang digunakan adalah kesetimbangan air, sehingga berdasarkan pendekatan empiris untuk menghitung potensi airtanah digunakan persamaan berikut :



Dimana :
ÄS : banyaknya curah hujan yang mengisi cadangan airtanah
CH : curah hujan
BF : aliran dasar sungai / debit minimum (base flow)
Ro : surface runoff (limpasan air permukaan) Eto : evapotranspirasi

HASIL PENELITIAN

Penentuan nilai konduktivitas hidrolik dilakukan dengan pengambilan sampel dan pengujian langsung di laboratorium. Sedangkan untuk beberapa litologi lainnya nilai konduktivitas hidrolik diambil dari beberapa literatur (Abidin, 1998 dan Hutasoit, 1999) seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai Konduktivitas Hidrolik Beberapa Litologi di Daerah Penelitian

Batuan
Konduktivitas Hidorlik (m/sec)
Keterangan
Lempung Tufaan
1x10-7 - 4,7x10-9
Literatur (Abidin,1998)
Batuan Beku Masif
3x10-14 - 2x10-10
Literatur (Abidin,1998)
Breksi Vulkanik (Formasi Cikapundung)
4x10-6
Pengukuran
Breksi Vulkanik (Formasi Cikidang)
1.1x10-6
Pengukuran
Tuff
1,2x10-5 - 4,6x10-10
Literatur (Hutasoit,1999)
Pasir Tufaan
1x10-4 - 4,7x10-7
Literatur(Hutasoit,1999)

Berdasarkan data lubang bor, kondisi geologi, kondisi muka airtanah, serta pengamatan lapangan yang telah dilakukan maka dapat diperkirakan sistem air tanah yang ada di daerah penelitian. Secara umum sistem air tanah di daerah penelitian merupakan sitem air tanah bebas, walaupun di beberapa tempat terdapat sistem airtanah setengah tertekan. Litologi penyusun akuifer pada daerah penelitian berupa breksi vulkanik dan batu pasir tufaan. Berdasarkan kondisi regional, sistem akuifer bebas yang terdapat pada daerah penelitian bukan merupakan akuifer yang potensial. Hal ini terlihat dari nilai transmisivitasnya yang kecil, sekitar 70 m2/hari (Hartono, 1981). Hal ini juga dikuatkan dari hasil uji konduktivitas hidrolik di daerah penelitian yang menunjukkan nilai konduktivitas hidrolik breksi vulkanik pada kondisi lapuk sebesar ± 10-6 m/sec.
Hasil dari pengujian infiltrasi ini digunakan untuk mencari besar kecepatan peresapan air dan akan dikonversikan sebagai nilai kelulusan air dalam tanah zona tidak jenuh (vadose zone). Nilai ini akan digunakan sebagai nilai k¢ dalam simulasi pergerakan airtanah dalam zona tidak jenuh. Menurut Casanova (2007), nilai kapasitas infiltrasi di daerah penelitian tercantum pada Tabel 2.
Pada daerah penelitian, hubungan antara sistem airtanah bebas dengan air  sungai memiliki dua klasifikasi, yaitu sungai diisi oleh akuifer (influent) dan sungai dan akuifer saling tidak berhubungan (isolated). Daerah dimana akuifer mengisi air sungai (influent) terdapat pada sungai Cikapundung bagian Selatan (Gandok sampai Curug Dago) dan seluruh anak sungai Cikapundung. Pada kondisi ini air tanah yang merupakan air tanah bebas mengalir ke sungai, sebagai baseflow dan mengisi air sungai (Lubis, R. F., 2000). Bagian dari sungai Cikapundung mulai dari Curug Dago sampai Maribaya, sungai dan akifer tidak saling berhubungan (Gambar 1). Litologi dasar sungai disusun oleh lava basalt yang bersifat kedap air, menyebabkan tidak ada pengisian air tanah kepada sungai secara langsung. Air tanah dapat keluar sebagai mata air yang berpotongan dengan lereng di atas lembah sungai.  
Data curah hujan diambil dari lima stasiun pengukur curah hujan dan diolah dengan metode isohyet. Nilai curah hujan rata – rata selama kurun waktu dua tahun (2003 – 2004) terlihat pada Gambar 2.
Nilai Evapotranspirasi dihitung dari dua stasiun klimatologi. Stasiun yang digunakan adalah stasiun klimatologi Bandung dan Lembang. Nilai keduanya kemudian dirata-rata kan, sebagai nilai rata-rata Evapotranspirasi seperti pada Gambar 3.
Penentuan limpasan (runoff) dihitung dari data debit sungai pada stasiun Gandok. Nilai direct runoff didapat dari nilai rata-rata debit selama satu bulan dikurangi nilai debit minimum selama satu periode hujan (Gambar 4).

Berdasarkan hasil perhitungan komponen curah hujan, evapotranspirasi dan run off, maka hasil perhitungan kapasitas simpanan di daerah penelitian adalah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.

                       Tabel 2.  Nilai Kapasitas Infiltrasi                                           
Lokasi            fc (cm/det)       fo (cm/det)            k              t (detik)        fp (m/det)
1                           5x10-3                   0.32                -0.0006         4800                2x10-4
2
2x10-4
0.073
-0.0005        4800
7x10-5
3
1x10-2
0.24
-0.0004        5400
4x10-4
4
8x10-4
0.25
-0.0007        5040
8x10-5
5
6x10-3
0.34
-0.0005        5620
2x10-4





 
Gambar 1. Peta relasi sungai dengan air tanah




Text Box: DecGambar 2. Curah hujan rata-rata tahun 2003 - 2004





Gambar 3. Grafik evapotranspirasi tahun 2003 - 2004



     Gambar 4. Grafik nilai runoff tahun 2003 - 2004




Gambar 5. Grafik nilai storage tahun 2003-2004


DISKUSI DAN ANALISA
 Perhitungan neraca air diolah dari hasil kali parameter neraca air dengan luas daerah penelitan. Perhitungan neraca air dilakukan selama satu periode hujan, antara tahun 2003 dan tahun 2004 (Gambar 6).
Berdasarkan perhitungan neraca air diketahui bahwa dari input curah hujan tinggi yang  ada di daerah  Cikapundung  tengah hanya 13 % yang tersimpan di dalam tanah dan sebagian     besar mengalir menjadi aliran permukaan (Tabel 3).
Kemiringan lereng akan mempengaruhi jumlah air hujan yang meresap ke bawah permukaan. Kemiringan lereng yang kecil memiliki kemampuan meresap yang baik, sebaliknya daerah yang memiliki kemiringan lereng yang besar memiliki kemampuan meresap kecil, karena air yang jatuh kepermukaan langsung menjadi aliran permukaan (Gambar 7).




          Gambar 6. Grafik Neraca Air Daerah Penelitian



Daerah luahan dapat diartikan sebagai daerah tempat keluarnya air dari dalam tanah menuju permukaan. Untuk menentukan daerah luahan, dapat dilihat dari kontur muka air tanah maupun pengamatan langsung di lapangan. Garis alir pada jaringan aliran airtanah cenderung menyimpang atau menyebar dari daerah recharge dan kemudian berkumpul kembali kearah daerah discharge. Di daerah penelitian, berdasarkan pengamatan lapangan, banyak mata air yang bermunculan pada dinding lembah sungai, sumur-sumur yang mendekati lembahan sungai juga memiliki kedalaman yang rendah dari permukaan. Hal ini menunjukan bahwa daerah-daerah tersebut merupakan daerah luahan, dimana airtanah mengalir menuju dan mengisi sungai (Gambar 8).
Litologi suatu daerah akan berpengaruh terhadap kemampuan peresapan daerah tersebut. Di daerah penelitian berdasarkan peta geologi dan data konduktivitasnya, daerah  yang memiliki kemampuan menjadi daerah peresapan adalah daerah yang kondisi di bawah permukaannya dapat menjadi akuifer bebas. Daerah tersebut adalah memiliki litologi breksi vulkanik, baik formasi Cikapundung maupun formasi Cikidang (Gambar 9).
Daerah resapan alamiah adalah daerah yang memiliki kemampuan meresapkan air ke bawah permukaan menjadi airtanah dan tersimpan sebagai cadangan airtanah untuk daerah dibawahnya. Daerah resapan alamiah pada penelitian ini ditinjau dari kondisi tanah. Luas daerah resapan alamiah merupakan kombinasi dari hasil luas masing-masing faktor tersebut.
    
 Tabel 3. Perhitungan Neraca Air
 

Daerah Penelitian Dalam Satu Tahun
Neraca Air
   (m3/tahun)          
Volume
(m3/tahun)                           
(%)
Presipitasi
33,575,159.85

Evapotranspirasi
8,974,502.41
26,7
Runoff
20,240,064.54
60,3
∆ Storage
4,360,592.90
13

 
 

 









.


Gambar 7. Daerah Peresapan Ditinjau Dari Kemiringan Lereng



 

 
Gambar 8. Peta daerah luahan

 




Gambar 9. Daerah resapan ditinjau dari litologi

Hasil nilai luasan resapan alamiah adalah 36,13% dari total wilayah penelitian (Tabel 4).
Tabel 4. Persen Luas Daerah Resapan
                                    Alamiah                                   
Luas (m2)
%
Total daerah penelitian              16,731,612.68

Daerah resapan berdasarkan
persen lereng                           12,532,689.35

74.90
Daerah resapan berdasarkan
daerah luahan                           7,597,104.06

40.41
Daerah resapan berdasarkan
litologi                                     13,623,231.50

80.04
   Total daerah resapan                 6,046,290.41      
36.13 





Pada daerah resapan alamiah, jumlah cadangan airtanah dapat diperkirakan. Jumlah cadangan air dapat dihitung dengan neraca air yang ada pada luasan daerah resapan alamiah tersebut. Nilai koefisien air larian pada daerah resapan alamiah dihitung berdasarkan faktor kemiringan lereng saja. Faktor lain untuk kondisi tanah dan kondisi vegetasi dianggap ideal sebagai untuk meresapkan air ke bawah permukaan (Tabel 5).
Hasil perkiraan jumlah cadangan air pada daerah resapan alamiah menghasilkan jumlah cadangan airtanah dalam satu tahun sebesar 6.256.831,92 m3 (Gambar 10).


Gambar 10. Peta Daerah Resapan Alamiah



KESIMPULAN

Hasil perhitungan neraca air di daerah penelitian menunjukkan jumlah air yang meresap dan menjadi cadangan airtanah pada kondisi aktual (2003-2004) sebesar 4,360,592.90 m3/tahun atau 12% dari total curah hujan yang masuk. Sedangkan pada kondisi alamiah diperkirakan jumlah air yang meresap dan menjadi cadangan airtanah sebesar 6,256,831.92 m3/tahun atau  18% dari total curah hujan yang masuk.
Terdapat selisih antara jumlah air yang meresap di daerah penelitian pada kondisi aktual (2003 - 2004) dengan kondisi alamiahnya. Dengan nilai perbedaan sebesar 1,9 juta m3/tahun atau 30% air yang tidak dapat meresap pada kondisi aktual. Hal ini menunjukkan kondisi aktual (2003-2004) sudah mengalami perubahan dari kondisi alamiahnya untuk meresapkan air.
Perubahan ini disebabkan oleh berbagai macam faktor. Faktor yang paling mempengaruhi adalah perubahan tata  guna lahan. Perubahan tata guna lahan ini akan merubah nilai koefisien runoff pada daerah resapan. Dimana jika kondisi tanah dan vegetasi diasumsikan pada kondisi ideal untuk meresapkan air kemudian berubah menjadi kondisi yang tidak ideal untuk meresapkan air (berubah menjadi daerah pemukiman, bangunan, dan lain sebagainya) maka akan meningkatkan nilai koefisien runoff, sehingga jumlah air yang meresap semakin berkurang.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada teman – teman di Jurusan Rekayasa Pertambangan ITB atas saran dan kerjasamanya dalam pengolahan data, Dr. Robert Delinom MSc atas bimbingan dalam penyempurnaan tulisan ini, Dr. Rahmat Fajar Lubis atas bantuannya dalam pengambilan data referensi dan dewan redaksi Riset dan Geologi Pertambangan atas koreksi dan masukannya sehingga tulisan ini dapat terbit.

DAFTAR PUSTAKA

 

Asdak, Chay. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press Survey and earth Sciences, 76pp, Enschede, The Nederlands.
Fisik Tanah pada Endapan Hasil Gunung Api Kuarter Daerah Bandung Utara. Thesis Magister, Program Studi Teknik Geologi, Program Pasca Sarjana, ITB, Bandung (Tidak diterbitkan).
Casanova, Berry. 2007. Studi Hidrogeologi Dan Potensi Resapan Airtanah Daerah Puncrut Dan Sekitarnya,Skripsi Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Ilmu Kebumian Dan Teknologi Mineral, ITB, Bandung (Tidak Diterbitkan).

Delinom,      R.M.    1991. The Hydrological Behaviour of the Upper Cikapundung Catchment and its possibilities in supplying water demand for Bandung Basin. Master Thesis, International Institute for Aerospace Survey and earth Sciences, 76pp, Enschede, The Nederlands
Fetter, C.W. 1988. Applied Hydrogeology, Prentice Hall.
Hartono., D., R.P. Koesoemadinata. 1981. Statigrafi dan Sedimentasi Daerah  Bandung. Proceeding PIT X Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Bandung.
Hutasoit L.M. 1999. Hubungan Antara Karakteristik Peresapan Air Hujan Dengan Hasil Pengukuran Infiltrometer di Daerah Bandung Utara. Laporan Kemajuan Tahap I Riset Unggulan Terpadu (RUT), Menristek dan LIPI (tidak diterbitkan).
Juanda P. dan Lubis R. F. 2006. The Hydrodynamics of River Water and Groundwater at Cikapundung River, Bandung, Indonesia. IAEG Congress, Oct 2006.
Lubis, Rahmat Fajar. 2000. Relasi Geometri dan Hidrodinamika air sungai – airtanah Studi Kasus Sungai Cikapundung Bandung. Thesis Magister Program Studi Teknik Geologi, Program Pasca Sarjana ITB (tidak diterbitkan).
Sudarto N., dkk. 2000. Buku Ajar Teknik Eksplorasi, Departemen Teknik Pertamba- ngan, ITB, Bandung.

Komentar

Postingan Populer